JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik menuturkan bahwa Tim Panitia Kerja (Panja) DPR dan Pemerintah telah menyepakati ketentuan delik pidana terhadap agama yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Artinya, delik pidana terhadap agama tidak masuk ke dalam tujuh isu krusial yang belum disepakati dalam pembahasan RUU KUHP.
"Enggak (masuk dalam tujuh isu krusial). Kita sudah sepakat kalau soal itu," ujar Erma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Baca juga: Pembahasan RUU KUHP Masih Terganjal Tujuh Isu yang Belum Disepakati
Erma berpendapat, sebaiknya tindak pidana terhadap agama memang diatur secara khusus dalam RUU KUHP.
Menurut politisi dari Partai Demokrat itu, pengaturan secara khusus dapat menghindarkan dari praktik penghakiman di tengah masyarakat.
"Karena ini isu sensitif, kalau kita tidak atur secara serius, kalau tidak ada garis-garisnya, itu malah jauh lebih berbahaya," kata Erma.
"Saya tidak percaya bahwa melepaskannya tidak menjadi pasal khusus itu akan menjadikan Indonesia bisa lebih baik. Saya percaya diatur secara serius justru kontrolnya lebih baik," ucapnya.
Sebelumnya sejumlah pasal terkait tindak pidana terhadap agama dikritik oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Ketua YLBHI Bidang Advokasi Muhammad Isnur menilai ada beberapa pasal yang multitafsir dan berpotensi menimbulkan diskriminasi, antara lain Pasal 250 dan Pasal 313.
Isnur mengusulkan kata 'penghinaan' dalam pasal 313 diganti dengan kata 'siar kebencian' untuk melindungi pemeluk agama dari kejahatan.
Baca juga: Soal RUU KUHP, YLBHI: Agama Tak Dapat Jadi Subyek Hukum
Pasal 313 menyatakan, setiap orang di muka umum melakukan penghinaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.
Menurut Isnur usul tersebut sejalan dengan Resolusi Dewan HAM PBB yang tak lagi menggunakan istilah penodaan agama, namun memerangi toleransi.
Selain itu, Isnur juga mengkritik judul Bab VII RUU KUHP yang dinilai tidak tepat.
Berdasarkan draf RUU KUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, Bab VII menggunakan judul 'Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama'.