Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Akan Bertemu Pemprov DKI Bahas Opsi Penghentian Privatisasi Air

Kompas.com - 16/05/2019, 10:08 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan bertemu pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Rencana pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara KPK dengan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum DKI pada Jumat (10/5/2019) lalu.

"KPK dan Pemprov DKI akan mengagendakan pertemuan lanjutan untuk mengetahui kebijakan yang diambil terkait penghentian privatisasi pengelolaan air bersih di Jakarta. Rencana pertemuan akan dilakukan setelah Mei 2019 ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan pers, Rabu (15/5/2019).

Menurut Febri, saat ini, tim dari Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Litbang KPK sedang mencermati informasi dan dokumen yang didapatkan sebelumnya.

Ia menjelaskan, pertemuan lanjutan ini dalam rangka melakukan klarifikasi pengaduan masyarakat terkait dengan berakhirnya kontrak pengelolaan air bersih PT PAM Jaya dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2023.

"Sebelumnya tim KPK mendengarkan paparan mengenai opsi kebijakan atas penghentian privatisasi. Dari paparan tersebut diketahui bahwa privatisasi pengelolaan air bersih sejak tahun 1998 sampai dengan Desember 2016," katanya.

PT PAM Jaya selaku BUMD membukukan kerugian Rp 1,2 triliun, sedangkan laba yang dibukukan pihak swasta Rp 4,3 triliun.

Laba yang diperoleh pihak swasta ini dinilai berbanding terbalik dengan kinerja, target coverage area penyediaan air bersih dan produksi air untuk DKI Jakarta serta tidak sesuai dengan harapan.

"Salah satu penyebab rendahnya pendapatan PT PAM Jaya dari kerja sama ini disebabkan terdapat beberapa klausul perjanjian yang memberatkan pemerintah, diantaranya adalah kesepakatan IRR (Internal Rate of Return) 22 persen dan kewajiban pemerintah membayar defisit," ungkap dia.

Menurut Febri, tim Pemprov DKI telah menyampaikan rekomendasi sejumlah skenario ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penghentian privatisasi air.

KPK menyoroti beberapa hal, seperti proses bisnis penyediaan layanan air bersih dan mekanisme kontrol PT PAM Jaya terhadap kegiatan operator PALYJA dan Aetra.

Kemudian, faktor-faktor yang menyebabkan terdapat klausul kontrak yang tidak mencerminkan kepentingan pemerintah.

"Lalu, skenario penghentian privatisasi, klausul perjanjian dalam Head of Agreement yang berpotensi menimbulkan masalah hukum, khususnya pemberian eksklusivitas kepada Aetra untuk mengelola air baku menjadi air bersih di DKI Jakarta," ujarnya.

Klausul itu, kata Febri, menunjukkan penghentian privatisasi penyediaan air bersih belum dilakukan sepenuhnya oleh DKI Jakarta.

"Pada kesempatan ini KPK juga menyampaikan agar setiap klausul-klausul perjanjian yang dibuat dengan pihak swasta tidak melanggar peraturan dan harus memberi keuntungan maksimum dari aspek keuangan dan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat DKI," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com