Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Pelajari Hasil Audit BPK Terkait Proyek SPAM PUPR

Kompas.com - 18/04/2019, 18:33 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pihaknya sedang mempelajari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait proyek-proyek penyediaan air minum di Kementerian PUPR.

Hal itu dilakukan dengan memanggil auditor BPK Janu Hasnowo, Kamis (18/4/2019).

Janu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) Kementerian PUPR.

"Kami dalami tadi bagaimana proses dan hasil pemeriksaan BPK yang pernah dilakukan untuk proyek-proyek penyediaan air minum ini," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/4/2019) sore.

Baca juga: Saksi Mengaku Berikan Rp 200 Juta kepada Direktur SPAM Kementerian PUPR

Hal itu mengingat KPK menemukan dugaan aliran dana kepada pejabat pada Kementerian PUPR terkait kepentingan proyek air minum ini.

Sejauh ini, sebanyak 75 orang pejabat pada Kementerian PUPR telah menyerahkan uang ke KPK dalam proses penyidikan kasus ini.

Uang yang sudah disita KPK dari 75 orang itu diduga diterima dalam rupiah dan berbagai bentuk mata uang asing.

KPK menerima sekitar Rp 33,4 miliar, 481.600 dollar Amerika Serikat (Rp 6,8 miliar), 305.312 dollar Singapura (Rp 3,19 miliar), 20.500 dollar Australia, (Rp 206 juta) 147.240 dollar Hongkong (Rp 265 juta) dan 30.825 euro (Rp 490 juta).

Baca juga: Diperiksa dalam Kasus SPAM, Mantan Irjen Kementerian PUPR Ditanya soal Temuan BPK

Kemudian, 4.000 poundsterling (Rp 73 juta), 345.712 ringgit Malaysia (Rp 1,19 miliar, 85.100 yuan (Rp 179 juta), 6.775.000 won Korea (Rp 84,1 juta), 158.470 baht Thailand (Rp 70,1 juta), 901.000 yen Jepang (Rp 113 juta), 38 juta dong Vietnam (Rp 23 juta), dan 1.800 shekel Israel (Rp 7,1 juta).

KPK menduga masih ada pihak lainnya yang turut menerima uang.

"Ada puluhan orang yang diduga mendapatkan aliran dana. Tentu kami perlu tahu juga bagaimana sebenarnya hasil pemeriksaan BPK terkait dengan proyek-proyek tersebut di Kementerian PUPR," kata Febri.

Dalam kasus ini, KPK menjerat delapan orang sebagai tersangka.

Empat tersangka yang diduga memberi suap adalah Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto; Direktur PT WKE Lily Sundarsih, dan dua Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) bernama Irene Irma serta Yuliana Enganita Dibyo.

Baca juga: Selain 75 Orang, KPK Identifikasi Penerima Aliran Dana Lainnya dalam Kasus SPAM PUPR

Empat tersangka yang diduga penerima suap adalah Kepala Satuan Kerja (Kasatker) SPAM Strategis Lampung Anggiat Partunggul Nahat Simaremare; PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kasatker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.

Anggiat, Meina, Nazar dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3, Lampung, Toba 1, dan Katulampa.

Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Lelang diduga diatur sedemikian rupa agar dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP. PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee 10 persen dari nilai proyek.

Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala Satker dan 3 persen untuk PPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com