Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GP Ansor: PPLN Tak Profesional Tutup TPS Hanya karena Batas Waktu

Kompas.com - 15/04/2019, 13:22 WIB
Sandro Gatra

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas meminta Panitia Pemilihan Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) bersikap netral, memberikan kesempatan kepada semua warga negara dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019.

Permintaan Yaqut menyikapi video beredar mengenai banyaknya warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Menurut Yaqut, pesta demokrasi ini milik semua warga negara.

"Dari video-video yang beredar terkesan panitia penyelenggara tidak netral, hanya mengakomodasi kepentingan pemilih tertentu," kata Yaqut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/4/2019), seperti dikutip Antara.

Baca juga: Ada Petisi Minta Pemilu Ulang di Sydney, Ini kata Ketua PPLN Setempat

Ia menekankan bahwa hak demokrasi warga tidak boleh dirampok. Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih.

"Apapun pilihannya, hak konstitusional warga harus dijamin. Bukan menghalangi. Ini ada ancaman pidananya," tegas Yaqut.

Menurut Yaqut, dari peristiwa kekacauan pelaksanaan pemilu di beberapa negara, PPLN juga terkesan tidak profesional.

"Kalau alasannya pemilih membludak, sangat tidak profesional. Harusnya kan panitia menyiapkan berbagai rencana antisipasi terhadap segala kemungkinan, termasuk membludaknya pemilih di ujung waktu," tegas dia.

Baca juga: Ini Alasan KPU Pangkas 255 TPS Menjadi 168 TPS di Kuala Lumpur

Ia menekankan PPLN wajib memiliki sejumlah rencana cadangan untuk antisipasi, bukan malah menutup TPS karena alasan batas waktu atau sewa gedung yang habis, sementara pemilih masih antre dan surat suara masih menumpuk banyak.

"Alasan kok kaleng-kaleng begini," kata Yaqut.

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu mengerti perasaan para pemilih yang marah karena hak pilihnya seperti dirampok panitia.

Baca juga: Soal Kemungkinan Pemilu Ulang di Sydney, KPU Tunggu Rekomendasi Panwas

Pasalnya, pemilih sudah mengantre berjam-jam, namun akhirnya harus pulang karena panitia mengatakan waktu habis.

"Batas waktu menyoblos kan sampai pukul 18.00, pemilih datang sebelum jam tersebut. Harusnya tetap diberi kesempatan menyoblos. Kecuali datang setelah jam 18.00," kata dia.

Ia menegaskan, persoalan WNI tidak dapat mencoblos, layaknya terjadi dalam pemungutan suara di sejumlah wilayah di luar negeri, malah membuat warga "dipaksa" golput.

Menurut dia, hal ini jadi kontradiktif dengan kampanye KPU sendiri yang mengajak warga jangan golput.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com