Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Minta Kasus Bowo Sidik Pangarso Tak Dikaitkan dengan Politik

Kompas.com - 02/04/2019, 23:08 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah meminta seluruh pihak untuk tak mengaitkan kasus dugaan suap anggota DPR Bowo Sidik Pangarso dengan urusan Pemilu 2019.

Hal itu terkait temuan cap jempol pada amplop-amplop uang pecahan Rp 20.000 dan Rp 50.000 yang disita KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT).

KPK saat itu mengamankan 82 kardus dan 2 kotak wadah plastik berisi 400.000 amplop uang dengan nilai total sekitar Rp 8 miliar.

Baca juga: KPK Temukan Cap Jempol pada Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik Pangarso

"Kami berharap proses hukum ini dilihat oleh semua pihak secara independen sebagaimana proses hukum yang diatur di hukum acara yang berlaku. Jadi KPK mengingatkan dan meminta semua pihak tidak mengaitkan KPK dengan isu politik praktis," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/4/2019).

Febri tak ingin seluruh pihak berspekulasi soal temuan cap jempol pada amplop tersebut.

Saat ini, KPK menduga amplop uang tersebut akan dibagikan Bowo Sidik ke warga untuk kepentingan pencalonannya sebagai calon anggota DPR di Pemilu 2019.

Baca juga: KPK Mulai Buka Kardus Berisi 400.000 Amplop Uang Serangan Fajar Bowo Sidik

"Dari bukti-bukti, fakta-fakta hukumnya yang ditemukan sejauh ini yang bisa dikonfirmasi dan kami temukan fakta hukumnya amplop tersebut diduga akan digunakan pada serangan fajar pada proses pemilu legislatif pada pencalegan BSP (Bowo)," katanya.

"Jadi kami tegaskan tidak ada keterkaitan dengan kepentingan lain berdasarkan fakta hukum yang kami temukan saat ini," ungkapnya.

Hingga saat ini, tim KPK baru membuka kardus ketiga yang berisi amplop uang tersebut. KPK akan terus menghitung jumlah uang dari setiap amplop.

Baca juga: Geledah Rumah Bowo Sidik hingga Kantor PT Pupuk Indonesia, KPK Sita Sejumlah Dokumen

Hasil perhitungan itu nantinya akan menjadi informasi yang dituangkan dalam berkas acara dalam kasus ini. Febri menjelaskan, pihaknya tentu membutuhkan waktu untuk menuntaskan pembongkaran kardus lainnya.

"Dari yang sudah dibuka berisi uang Rp 20.000 dan sebagian kecil ada uang dalam pecahan Rp 50.000. Untuk jumlah sampai saat ini sekitar Rp 246 juta yang sudah dikeluarkan dari amplop tersebut," ujarnya.

Dalam kasus ini, Bowo diduga sudah menerima uang sebanyak enam kali dengan nilai mencapai Rp 221 juta dan 85.130 dollar Amerika Serikat.

Baca juga: Posko Pemenangan Bowo Sidik Pangarso di Kudus Lengang, APK Dibersihkan

Pihak terduga pemberi suap adalah Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.

Uang itu diduga berkaitan dengan commitment fee untuk membantu pihak PT HTK menjalin kerja sama penyewaan kapal dengan PT PILOG. Penyewaan itu terkait kepentingan distribusi.

Di sisi lain, KPK menduga ada penerimaan dari sumber lain oleh Bowo, terkait jabatannya sebagai anggota DPR. Saat ini, KPK masih menelusuri lebih lanjut sumber penerimaan lain tersebut.

Sebab, KPK menemukan 400.000 amplop berisi pecahan Rp 20.000 dan Rp 50.000 dalam 82 kardus dan 2 kotak wadah plastik. Nilainya diperkirakan mencapai Rp 8 miliar.

Kompas TV KPK menemukan adanya cap jempol di amplop yang menjadi barang bukti kasus dugaan suap distribusi pupuk yang melibatkan anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso. Amplop bercap jempol ini diduga akan digunakan untuk serangan fajar pemilihan legislatif dirinya di Dapil 2 Jawa Tengah nanti. Dari 82 dus dan 2 kontainer berisi amplop serangan fajar, tim KPK hingga hari ini baru selesai menghitung 3 dus. Dari 3 dus ini tim KPK mengumpulkan uang sebesar Rp 246 juta yang terbagi dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu. Dalam penghitungan uang sebagai barang bukti ini tim KPK juga menemukan adanya cap jempol. Namun dari pihak KPK belum menjelaskan lebih rinci terkait siapa pemilik cap jempol ini. Total ada sekitar 400 ribu amplop untuk serangan fajar milik Bowo Sidik yang telah diamankan KPK. #AmplopBowoSidik #CapJempol #BowoSidikPangarso
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com