JAKARTA, KOMPAS.com - Tim investigasi independen mengungkapkan hasil temuannya di lapangan selama operasi pengejaran aparat terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), di Kabupaten Nduga, Papua.
Pengejaran tersebut dilakukan setelah terjadi penembakan kelompok KKB terhadap pekerja PT Istaka Karya di daerah tersebut, pada Minggu (2/12/2018).
Anggota Tim Investigasi Theo Hasegem menuturkan masyarakat terpaksa mengungsi karena rumahnya rusak hingga dihantui rasa takut menjadi korban.
"Masyarakat setempat kehilangan tempat tinggal karena rumah-rumah mereka ikut hancur ketika militer melakukan pengejaran terhadap anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)," ungkap Theo saat konferensi pers di kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (29/3/2019).
Baca juga: Pemerintah Diminta Bantu Masyarakat yang Terdampak Akibat Operasi Pengejaran KKB
"Tidak hanya itu, warga juga terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka di beberapa distrik karena khawatir akan menjadi korban dari operasi tersebut," lanjut dia.
Menurut data tim investigasi, terdapat sekitar puluhan ribu pengungsi akibat operasi tersebut.
Rinciannya, terdapat 4.276 pengungsi di Distrik Mapenduma, 4.369 pengungsi di Distrik Mugi, 5.056 pengungsi di Distrik Jigi, 5.021 pengungsi di Distrik Yal, dan 3.775 pengungsi di Distrik Mbulmu Yalma.
Kemudian, pengungsi juga tersebar di Distrik Kagayem sebanyak 4.238 jiwa, Distrik Nirkuri sebanyak 2.982 jiwa, Distrik Inikgal sebanyak 4.001 jiwa, Distrik Mbua sebanyak 2.021 jiwa, dan Distrik Dal sebanyak 1.704 jiwa.
Para pengungsi yang terdiri dari anak-anak, ibu-ibu, dan lansia, kata Theo, mengungsi ke hutan dan bersembunyi di gua.
Ibu-ibu yang mengungsi juga dikatakan ada yang melahirkan di hutan sehingga kesulitan mengakses pertolongan medis.
Baca juga: Catatan Kriminal KKB di Papua Selama 1 Tahun, Bunuh 26 Orang dan Perkosa Tenaga Medis
Bahan makanan yang terbatas di hutan membuat para pengungsi, seperti balita, tak dapat asupan yang cukup.
Berikutnya, menurut Theo, akses terhadap pendidikan untuk anak-anak juga menjadi terganggu akibat operasi aparat mengejar KKB.
"Beberapa sekolah terpaksa tidak beroperasi sementara karena terdampak peristiwa pembantaian pekerja Istaka hingga sampai operasi militer, serta kontak senjata antara OPM dan militer," ujarnya.
Bagi anak-anak yang mengungsi ke daerah Wamena, telah terdapat sekitar 13 kelas untuk mengakomodir 697 siswa dari tingkat SD hingga SMA. Jumlah tersebut diprediksi masih akan meningkat.
Baca juga: Ungkap Temuan di Nduga, Tim Investigasi Minta Pemerintah Evaluasi Operasi Pengejaran KKB
Kegiatan belajar mengajar dikatakan Theo telah berlangsung sejak Januari 2019 hingga saat ini.