JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengungkapkan beberapa permasalahan terkait perlindungan perempuan di hadapan para calon anggota legislatif (caleg) perempuan.
Hal itu diungkapkan Wahyu saat diskusi "Perempuan Bersuara", di Satrio Tower, Jakarta Selatan, Minggu (3/3/2019).
Ia menyebutkan, persoalan pertama yaitu terkait agenda Sustainable Development Goals (SDGs) terkait tingginya kasus stunting.
Penyebabnya, kata Wahyu, karena tingginya angka pernikahan di bawah umur dan minimnya layanan kesehatan reproduksi seksual bagi perempuan.
"Oleh karena itu, dalam skema global penanggulangan kemiskinan (SDGs), perkara perkawinan anak, kesehatan perempuan, dan kesetaraan gender menjadi salah satu prioritas utama yang harus menjadi peta jalan perlindungan perempuan Indonesia," kata Wahyu.
Persoalan lainnya, soal perempuan dalam dunia pekerjaan.
Budaya patriaki dinilai menyulitkan perempuan untuk bersaing di dunia kerja. Wahyu mengatakan, hal itu membuat banyak perempuan bekerja di sektor informal.
Padahal, belum ada payung hukum untuk melindungi para perempuan yang bekerja di sektor informal itu dari kekerasan hingga kematian yang mengancam.
"Dalam konstruksi masyarakat yang patriakis, ancaman kekerasan fisik dan seksual bahkan hingga pemerkosaan dan kematian juga kerap dialami oleh perempuan yang bekerja," kata dia.
Dalam pandangan Wahyu, kehadiran negara belum cukup untuk menjamin perlindungan terhadap kaum perempuan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.