JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Septiaji Nugroho mengatakan, literasi digital ke masyarakat tak akan berjalan maksimal apabila tak didukung elite politik hingga tokoh agama.
Septiaji menekankan peranan elite politik pada dua kubu calon presiden dan wakil presiden Pemilu 2019.
"Karena speaker-speaker yang bisa didengar oleh orang-orang di dalam kelompok yang saling terpolarisasi ini, itu masih belum mau bersuara bersama. Jadi orang masih bingung," kata dia kepada Kompas.com, Senin (25/2/2019).
Baca juga: Penyelenggara Pemilu dan Elit Politik Diminta Perkuat Literasi Digital Pemilih
Di sisi lain, Septiaji mengatakan, para tokoh masyarakat dan tokoh agama yang non-partisan mulai bergerak memperkuat literasi digital di masyarakat.
"Artinya kalau para tokohnya tidak kita sentuh, tokoh politik, tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat tidak kita sentuh ya, ini (literasi) akan tetap sulit. Makanya kita membutuhkan gerakan yang lebih komprehensif," kata Septiaji.
Baca juga: Lawan Hoaks dengan Literasi Digital
Gerakan komprensif tersebut adalah menyeimbangkan literasi dan penegakan hukum. Kedua langkah itu bisa memicu kesadaran sekaligus peringatan bagi seluruh pihak terkait bahaya hoaks dan ujaran kebencian.
Septiaji menuturkan, seluruh pihak punya tanggung jawab bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada standar nilai, norma, dan etika yang harus dipegang.
"Kita punya kewajiban untuk menghentikan informasi bohong dari mana pun, entah itu kawan kita atau lawan kita dan tidak peduli (memandang) siapapun yang sudah diserang. Karena kebohongan itu adalah musuh dari kebudayaan kita," kata dia.