JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat literasi digital Doni Budi Utomo menilai, motif ekonomi menjadi alasan utama para pelaku penyebar hoaks bermuatan ujaran kebencian oleh kelompok Saracen.
Menurut dia, hal itu dapat dilihat dari tren global di dunia maya.
Hal ini, kata Doni, juga terjadi pada pemilu Amerika Serikat (AS) yang dimenangkan oleh Donald Trump.
“Saya lebih melihat yang dilakukan ini adalah motifnya lebih ke ekonomi, motif uang. Karena ini juga yang terjadi di global, pada saat (Hillary) Clinton vs (Donald) Trump misalnya,” ujar Doni pada acara Satu Meja yang ditayangkan Kompas TV, Senin (28/8/2017).
Baca: Alasan Menkominfo Belum Blokir Situs Saracen
Pada Pemilu AS, lanjut Doni, banyak bermunculan situs yang menyebarkan berita hoaks tanpa memedulikan siapa di antara kedua kandidat yang menang.
Bagi para penyebar hoaks di AS saat itu, situs mereka banyak dikunjungi dan memeroleh banyak pemasukan dari para pengiklan di situs mereka.
Penyebar hoaks itu, kata Doni, sangat mungkin tak hanya dilakukan oleh warga negara AS saja, tetapi siapapun yang bisa mengakses internet.
“Dan ini mungkkin bisa terjadi juga di Indonesia,” lanjut Doni.
Baca: Mengapa Saracen Dinilai Lebih dari Sekadar Penyebar Hoaks?
Sebelumnya, polisi mengungkap keberadaan kelompok penebar ujaran kebencian dan hoaks beberapa waktu lalu, yakni kelompok Saracen.
Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi.
Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan mem-post berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah.
Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen.