JAKARTA, KOMPAS.com - Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Buni Yani menemui Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/2/2019).
Ia tiba di gedung DPR sekitar pukul 15.00 WIB dengan didamping tim kuasa hukumnya.
Dalam pertemuan tersebut Buni Yani memaparkan kejanggalan perjalanan kasus yang dialaminya. Di hadapan dua pimpinan DPR itu, Buni juga tidak mengakui melakukan tindak pidana yang didakwakan kepada dirinya.
Baca juga: Kejati Jabar Terima Jaminan Pengacara, Buni Yani Akan Hadir untuk Dieksekusi
Sementara majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung telah menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara kepada Buni Yani.
Buni terbukti sah dan meyakinkan telah melanggar UU ITE, Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Bunu Yani mengajukan kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung. Buni tetap divonis 1,5 tahun penjara.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, menilai putusan kasasi MA atas kasus kliennya itu sebagai keputusan yang tidak lazim.
Hal itu menjadi alasan tim kuasa hukum meminta agar penahanan Buni Yani ditunda. Diketahui Buni Yani dijadwalkan akan dieksekusi pada hari ini, Jumat (1/2/2019).
"Dalam putusan kasasi itu ada yang dirasa tidak lazim. Beda dengan putusan Pengadilan Tinggi," kata Aldwin.
Aldwin memaparkan tiga poin dalam putusan kasasi MA yang ia anggap tidak lazim, yakni menolak kasasi jaksa dan kuasa hukum, membebankan biaya perkara Rp 2.500 kepada terdakwa dan kesalahan penulisan umur.
Baca juga: Pada Hari Eksekusinya, Buni Yani Sambangi Gedung DPR
Menurut dia, putusan kasasi tidak memperkuat atau berbeda dengan putusan pengadilan tinggi sebelumnya.
Ia mengatakan, pihaknya akan berupaya meminta fatwa dari Mahkamah Konstitusi dan mengajukan Peninjauan Kembali atau PK ke MA.
"Atas kasus ini kami akan minta fatwa dari MK dan mengupayakan peninjauan kembali," ucap Aldwin.