Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akhmad Danial
Dosen dan Pengamat Komunikasi

Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; pengamat komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kiai Ma’ruf Amin, Berkah atau Beban?

Kompas.com - 17/01/2019, 08:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KIAI Ma'ruf Amin tidak dilibatkan dalam pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dengan ketua-ketua partai pendukung, Rabu (16/1/2019).

Pesan yang sampai ke publik tentu negatif, seperti Kiai Ma'ruf dianggap kurang penting dan tidak dianggap sebagai aktor pemain utama dalam pemilu presiden (pilpres) nanti.

Terlebih lagi, alasan yang dikemukakan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi, Erick Tohir, sangat sepele, yaitu tidak ada kursi. 

Baca juga: Pidato Prabowo Sempat Disinggung dalam Pertemuan Jokowi dan Para Ketum Partai

Anda bisa mengatakan itu hanya interpretasi yang sangat politis dan subyektif. Namun, saya mengingatkan TKN, soal-soal semacam ini tidak boleh diremehkan. Pilihan politik adalah soal persepsi pemilih atas pasangan calon.

Banyak variabel terkait persepsi ini, salah satunya yang terpenting adalah kekompakan antara calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Karena, mereka akan bekerja sebagai sebuah tim dalam mengelola negara nanti.

Bagaimana Anda meyakinkan pemilih atas visi dan misi Anda jika Anda tidak bisa meyakinkan pemilih bahwa Anda satu visi dengan pasangan Anda?

Dan, menafikan Kiai Ma'ruf untuk hadir dalam rapat-rapat itu menjadikan publik bertanya, "Di mana posisi Kiai Ma'ruf dalam konstelasi politik ke depan, jika Jokowi terpilih lagi?" 

Pilihan terpaksa

Awalnya, saya hanya menduga-duga lewat beberapa tayangan visual yang menampilkan gestur serta menginterpretasikan sejumlah kejadian.

Namun, makin ke sini, dugaan saya semakin kuat soal bagaimana posisi Kiai Ma'ruf Amin di mata Jokowi yang juga adalah petahana.

Saya menduga, sejak awal Jokowi tidak terlalu happy dengan sosok Kiai Ma'ruf sebagai wakilnya. Pilihan itu, bisa dibilang pilihan "terpaksa" karena "dipaksa".

Siapa yang memaksa? Anda cari saja video seorang elite yang menyatakan "Yes!" saat Jokowi menyebut nama Kiai Ma'ruf sebagai cawapresnya.

Baca juga: Jokowi Resmi Tunjuk Maruf Amin sebagai Cawapres

Saat pertama nama Kiai Ma'ruf diumumkan, ketika pengumuman nama itu, situasi deklarasinya cenderung muram. Ini kontras dengan saat Prabowo mengumumkan cawapresnya, Sandiaga Uno, yang penuh teriakan bahagia.

Momen selanjutnya, bisa Anda lihat di video pengumuman nomor urut. Lihat gestur Jokowi ke Kiai Ma'ruf dan bandingkan dengan sikap penuh hormat pasangan Prabowo-Sandi ke beliau.

Jokowi tampak tak mengacuhkan Kiai Ma'ruf dan selalu meninggalkan beliau di belakang. Padahal, Sandi mencium tangan Kiai Ma'ruf dengan takzim dan saya melihat pandangan "sayang" orangtua ke anak dari Kiai Ma'ruf.

Prabowo menyalami dan mencium pipi Kiai Ma'ruf. Sebaliknya, kontak fisik antara Jokowi dan Kiai Ma'ruf cenderung formal dan seadanya saja. Jokowi lebih fokus kontak ke Prabowo-Sandi dibanding cawapresnya sendiri.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com