Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PDI-P: Lucu, Prabowo Pelaku Rezim Otoriter Sekarang Teriak Jangan Intelin

Kompas.com - 15/01/2019, 16:36 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menilai pidato Prabowo Subianto bertajuk Indonesia Menang mengandung banyak ilusi yang dipengaruhi oleh sejarah masa lalunya.

Salah satunya terkait pernyataan bahwa 'intelijen negara jangan intelin mantan Presiden'.

"Prabowo seharusnya paham bahwa intelijen negara saat ini tidak seperti era Soeharto, dimana dia sebagai salah satu petinggi ABRI sekaligus menantu presiden, menjadi bagian di dalamnya," kata Charles dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/1/2019).

Baca juga: Prabowo: Inteli Musuh Negara, Jangan Inteli Mantan Presiden

Menurut Charles, sejarah mencatat, selama era Soeharto, Prabowo bukan hanya telah menginteli, tetapi juga terbukti bertanggung jawab terhadap penculikan para aktivis yang sebagian masih hilang hingga sekarang.

"Ibu Megawati Soekarnoputri, seorang perempuan yang sudah ‘kenyang’ dinteli dan dibatasi ruang geraknya karena menjadi oposan Soeharto saja tidak pernah teriak-teriak tentang apa yang beliau derita saat itu," kata Charles.

"Lah, ini ada seorang jenderal yang justru pernah menjadi pelaku pada rezim otoriter dulu, sekarang malah berteriak-teriak 'jangan intelin' rekan-rekannya, yang sebagiannya juga adalah jenderal. Ini kan lucu," sambung politisi PDI-P ini.

Baca juga: PDI-P: Sikap Pesimistis Prabowo Akan Menyerang Balik

Terlebih, lanjut Charles, Prabowo juga tidak menunjukkan bukti apa-apa bahwa rekan-rekannya telah diinteli.

Charles mengingatkan Prabowo bahwa saat ini sudah era reformasi dan keterbukaan.

Setiap orang yang merasa diinteli bisa menempuh jalur hukum jika mendapat perlakuan sewenang-wenang atau tidak sesuai prosedur oleh aparat negara.

"Lagian Prabowo kan juga punya fraksi di DPR, yang bisa melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja aparat negara. Jadi jangan dibayangkan sekarang seperti era Orba dulu, di mana presiden dan menantu kompak membungkam suara-suara kritis," ujar Charles.

Baca juga: 10 Janji Politik Capres Cawapres Prabowo-Sandi pada Pidato Kebangsaan

Sebelumnya, Prabowo menyinggung soal intelijen yang memata-matai mantan presiden.

Awalnya, Prabowo bicara soal keharusan bagi Indonesia untuk memiliki penegak hukum dan aparat yang unggul dan jujur, baik dari unsur hakim, jaksa, polisi, maupun intelijen.

"Kita butuh Intel yang unggul dan setia pada bangsa dan negara," kata Prabowo.

"Intelijen itu intelin musuh negara, jangan intelin mantan presiden Indonesia," tambah mantan Danjen Kopassus ini.

Selain kepada mantan presiden, Prabowo juga menyinggung intel yang memata-matai tokoh-tokoh lain.

"Jangan intelin mantan ketua MPR. Jangan intelin anaknya proklamator. Jangan intelinmantan panglima, jangan intelin ulama besar kita," ujar Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com