Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisioner Dilaporkan ke Polisi, KPU Diminta Tetap Tak Loloskan OSO

Kompas.com - 24/12/2018, 19:13 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) didukung untuk tetap pada keputusannya, tidak memasukan nama Oesman Sapta Odang (OSO) ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dukungan ini datang dari sejumlah pegiat pemilu, pakar hukum tata negara, advokat, dan sejumlah lembaga seperti Perludem, Netgrit, ICW, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, dan lainnya.

Mereka mendukung KPU tetap pada keputusannya, meski atas keputusan itu pihak Hanura melaporkan dua komisioner KPU ke Bareskrim Polri.

"Kami menyatakan dukungan penuh terhadap KPU yang secara konsisten menjalankan wewenang dan kewajibannya sebagai penyelenggara pemilu, sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Pemilu," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini melalui keterangan tertulisnya, Senin (24/12/2018).

Baca juga: Ambisi OSO di Tengah Ancaman Gagal Lolosnya Hanura ke Senayan

Menurut Titi, langkah KPU sudah tepat karena didasari dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

KPU juga sudah membuka peluang supaya OSO masuk ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019 sebagaimana bunyi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 242/G/SPPU/2018. OSO diminta KPU menyerahkan surat pengunduran diri dari pimpinan partai untuk dapat masuk DCT.

Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, Jumat (21/12/2018), OSO tak juga mau turun dari jabatannya dan menyerahkan surat pengunduran diri.

Titi mengatakan, pihaknya menghormati upaya hukum yang kini ditempuh OSO. Hal itu ia akui sebagai hak setiap warga negara.

Namun, yang perlu diingat, aparat penegak hukum tidak boleh memidanakan individu penyelenggara negara yang berupaya menegakan kehendak UUD 1945 berdasarkan putusan MK.

"Pelaporan terhadap penyelenggara pemilu dapat berdampak negatif pada kualitas pemilu dan demokrasi Indonesia," ujar dia.

Titi menambahkan, untuk memastikan terlaksananya konstitusi, pihaknya mengimbau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) secara konsisten menerapkan UUD 1945 dan Undang-Undang Pemilu dalam kasus serupa.

Sebelumnya, KPU meminta OSO yang merupakan Ketua Umum Partai Hanura, untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai politik hingga Jumat (21/12/2018). Pengunduran diri itu sebagai syarat pencalonan diri jadi anggota DPD.

Jika sampai tanggal yang telah ditentukan OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri, maka KPU tak akan memasukan yang bersangkutan ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) partai politik.

Namun, alih-alih menyerahkan surat pengunduran diri, pihak OSO justru melaporkan Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari ke Bareskrim Polri.

Baca juga: KPU Tegaskan OSO Tak Masuk dalam DCT Caleg DPD

Pelapor adalah 34 anggota DPD Partai Hanura yang diwakili Ketua DPD Hanura DKI Jakarta, Muhammad Sangaji. Laporan dibuat pada Kamis (20/12/2018).

Baik Arief maupun Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar.

Tudingan tersebut dilayangkan Hanura lantaran Arief dan Hasyim tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Putusan itu memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.

Kompas TV Polemik boleh tidaknya pengurus parpol maju dalam pemilihan anggota dewan perwakilan daerah, ternyata masih belum juga usai. Pasca putusan hukum terakhir oleh PTUN pihak penggugat, Oesman Sapta Odang, mendesak agar namanya dicantumkan kembali dalam daftar calon tetap, sementara KPU menyatakan akan menunggu salinan keputusan, dan berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Bagaimana sebenarnya kepastian hukumnya? Kita bahas bersama Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu, Prof Djuanda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com