JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Afdal Makurraga Putra menilai, media sosial belum memberikan kontribusi positif terhadap proses demokrasi di Indonesia.
"Semua orang menyangsikan bahwa media sosial itu mendorong demokrasi yang liberatif," ujar Afdal saat diskusi Seminar Nasional: Peran Media Massa di Era Demokrasi Digital oleh Habibie Center, di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu (12/12/2018).
Afdal menjelaskan bahwa beredarnya berita bohong atau hoaks menjadi salah satu racun demokrasi di dunia maya.
Selain itu, polarisasi atau pengkotak-kotakkan yang terjadi di media sosial sangatlah tinggi.
Baca juga: Menurut Kalla, Tak Masalah Masyarakat Ribut soal Pilpres di Media Sosial
Dalam konteks Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, ia mencontohkan, jika seseorang tidak memilih salah satu calon presiden, orang tersebut langsung dikategorikan sebagai pendukung kandidat yang lain.
Menurut Afdal, akibatnya adalah tidak timbulnya kesadaran bernegara melalui proses demokrasi di dunia maya.
"Media online belum tentu efektif membantu demokratisasi, karena peningkatan user tidak menambah kesadaran bernegara, polarisasi kita terlalu tajam," jelas dia.
Oleh sebab itu, ia berpendapat bahwa apa yang dibicarakan dalam dunia maya belum tentu mencerminkan apa yang sebetulnya menjadi opini publik.
Untuk memajukan demokrasi digital, Afdal pun menyarankan pendidikan soal literasi media perlu digalakkan dan pengawasan terhadap media perlu ditingkatkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.