Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti LIPI Sarankan Pemilu di Papua Ditunda, Situasi Belum Kondusif

Kompas.com - 11/12/2018, 15:22 WIB
Reza Jurnaliston,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2019 di Papua.

“Kalau saya delay, tunda (Pemilu 2019) aja khusus di Papua, sangat tidak kondusif,” ujar Hermawan saat ditemui di Hotel Hotel Diradja, Jalan Kapten Pierre Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (11/12/2018).

Baca juga: Kejar Pelaku Pembantaian di Nduga Papua, Tim Gabungan Gunakan Granat Pelontar, Bukan Bom

Hermawan mengatakan, penundaan dilakukan atas pertimbangan kondisi dan situasi keamanan di Papua pasca pembantaian sadis yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Nduga, Papua, terhadap pekerja PT Istaka Karya.

Menurutnya, pelaksanaan Pemilu 2019 di Papua bisa ditunda satu atau dua tahun. Akan tetapi, pelaksanaan Pemilu di daerah lain tetap dilakukan sesuai jadwal yang disusun KPU.

Baca juga: Tim Gabungan Identifikasi 17 Orang Tewas dalam Serangan KKB di Nduga

Seperti diketahui, masa kampanye Pemilu telah berlangsung mulai tanggal 23 September 2018 sampai 13 April 2019. Sementara, hari pemungutan atau pencoblosan suara dilakukan pada tanggal 17 April 2018.

“Penduduk Papua tidak banyak, tidak signifikan. Kalau yang ditunda Pilpres di Jawa Barat atau Jawa Timur akan terganggu,” tutur Hermawan.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo saat ditemui di Hotel Hotel Diradja, Jalan Kapten Pierre Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (11/12/2018).Reza Jurnaliston Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo saat ditemui di Hotel Hotel Diradja, Jalan Kapten Pierre Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (11/12/2018).

Pembunuhan sadis dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Nduga, Papua, terhadap pekerja PT Istaka Karya, beberapa waktu lalu. Mereka bekerja untuk membuka isolasi di wilayah pegunungan tengah.

Baca juga: Tim Gabungan TNI dan Polri Cari 4 Orang yang Kabur dari KKB di Nduga Papua

Lokasi tersebut jauh dari ibu kota Nduga dan Kabupaten Jayawijaya merupakan wilayah yang terdekat dari lokasi pembangunan jembatan.

Informasi yang diterima dari berbagai sumber, para pekerja pembangunan jembatan itu diduga dibunuh lantaran mengambil foto pada saat perayaan HUT Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) oleh KKB tak jauh dari lokasi kejadian.

Tim gabungan yang terdiri dari TNI dan Polri hingga saat ini telah mengidentifikasi 17 orang yang meninggal akibat pembantaian KKB di Nduga, Papua.

Baca juga: Korban Selamat Peristiwa di Nduga Papua: Teteh Jangan Cemas, Irawan Selamat...

Saat ini, tim gabungan masih fokus mencari empat orang yang diduga berhasil melarikan diri saat kejadian.

Sementara empat orang lainnya yang sempat dibawa ke Bukit Puncak Tabo dan melarikan diri dinyatakan selamat dan sudah dievakuasi.

Selain itu, ada 27 orang yang dinyatakan selamat dan sudah dievakuasi. Mereka terdiri dari pekerja jembatan, pekerja puskesmas, telkom, dan karyawan SMP.

Kompas TV Biro SDM Polda Papua melakukan pemulihan trauma atau trauma healing kepada dua pekerja yang dapat lolos dari serangan kelompok bersenjata di kabupaten Nduga, Papua. Dua pekerja proyek Transpapua menjalani pemulihan trauma di biro s-d-m Polda Papua. Sebelumnya tiga pekerja pembangunan Puskesmas dan sekolah di distrik Yigi sudah dipulangkan ke keluarganya di Jayapura setelah menjalani masa pemulihan pasca trauma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com