Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intoleransi Politik Diperkirakan Semakin Menguat Jelang Pemilu 2019

Kompas.com - 07/12/2018, 19:40 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir memaparkan intoleransi politik di Indonesia diperkirakan semakin menguat jelang Pemilu 2019.  Amin berkaca pada temuan survei LIPI yang dirilis beberapa waktu lalu terhadap 1800 responden di provinsi-provinsi Indonesia.

"Poin yang bisa saya sampaikan bahwa kami menemukan fakta bahwa ada gejala yang sangat kuat meningkatnya intoleransi politik ya. Meskipun kemudian pada level sosial masih toleransi," kata Amin dalam diskusi Mekanika Elektoral dalam Arus Politik Identitas di PARA Syndicate, Jakarta, Jumat (7/12/2018) sore.

Artinya, kata Amin, penerimaan kelompok masyarakat terhadap kelompok yang berbeda dalam konteks sosial masih cukup baik. Namun, penerimaan terhadap pilihan politik yang berbeda cenderung rendah.

Baca juga: Gempa Intoleransi Mengancam Indonesia

"Contoh, misalkan 57,8 persen responden mengatakan bahwa kami hanya akan memilih pemimpin yang seagama. Ini mulai dari (pemimpin) level RT sampai Presiden. Jadi kita simulasikan apakah karena kinerja atau apa,tapi bukan, ternyata agama," kata dia.

Menurut Amin, hal itu berimplikasi terhadap potensi individu atau suatu kelompok berupaya mencegah individu atau kelompok lain untuk mengambil pilihan calon pemimpin yang berbeda.

"Jadi kami kemudian berdiskusi bahwa apa yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta berapa orang menolak, misalkan, menyalatkan (jenazah) orang yang berbeda pilihan politik adalah dampak dari itu," kata dia.

"Jadi bukan sekadar secara pasif mereka memilih hanya seagama tapi secara aktif mereka mencegah orang lain memilih pemimpin yang berbeda. Jadi itu masalahnya," lanjut Amin.

Tiga faktor

Amin menyebutkan ada tiga faktor yang mendorong intoleransi politik menjadi tinggi saat ini. Pertama, adanya perasaan terancam dan tidak percaya terhadap pihak lain yang berbeda.

"Distrust itu tinggi sekali. Dari data kami misalkan 18,4 persen responden itu percaya bahwa agama lain itu mendominasi kehidupan publik. Kedua, tingginya fanatisme keagamaan yang berbanding terbalik dengan rendahnya sekularitas," katanya.

Baca juga: Meredam Intoleransi dengan Semangat Sumpah Pemuda

Faktor ketiga, papar Amin, penggunaan media sosial. Menurut dia, media sosial semakin mendorong perasaan terancam, tidak percaya serta fanatisme keyakinan. Amin mencontohkan sebagian responden yang mempercayai isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dibicarakan di media sosial.

"Dari sekian responden menyatakan 54,1 persen menyatakan pernah mendengar berita kebangkitan PKI di medsos. Dan dari sekian banyak itu 42,8 persen setuju dengan isu tersebut," kata dia.

"Jadi ada lima dari orang Indonesia itu pernah mendengar kebangkitan PKI, dan 42 persennya berarti 2 atau 3 orang percaya PKI bangkit lagi. Dan mereka mendapatkan itu semua dari media sosial," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com