Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Temukan Perlakuan Tak Manusiawi di Panti Rehabilitasi Sosial

Kompas.com - 03/12/2018, 16:18 WIB
Jessi Carina,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Hari Disabilitas Internasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti hak-hak penyandang disabilitas mental di beberapa wilayah.

Tempatnya di enam panti rehabilitasi sosial yang dikelola sektor privat di Kabupaten Brebes, Cilacap, Bantul, dan Sleman.

Peneliti di Komnas HAM, Mochamad Felani, menjelaskan satu per satu temuannya di tiap panti. Komnas HAM merahasiakan nama panti yang mereka observasi masing-masing selama 5 hari itu.

Dua panti pertama ada di Kabupaten Brebes.

"Di sana ditemukan satu ruangan, satu kamar, diisi penyandang disabilitas laki-laki dan perempuan. Mereka disatukan di satu ruangan dan itu akan potensial pelecehan seksual segala macam," ujar Felani di Kantor Komnas HAM, Senin (3/12/2018).

Baca juga: Jokowi: Saya Saksi Kecintaan Penyandang Disabilitas kepada Indonesia

Felani juga menunjukan foto-foto di panti tersebut. Terlihat, dua pasang kaki dirantai atau dipasung bersebelahan. Pemasungan juga terjadi di panti kedua di Brebes yang didatangi Komnas HAM.

Setelah Brebes, Komnas HAM melanjutkan observasi ke dua panti di daerah Cilacap. Kondisi keduanya sama-sama tidak manusiawi. Di panti pertama, Komnas HAM menemukan 20 penyandang disabilitas mental yang dikurung di ruang isolasi yang beralaskan tanah.

Sebagian ruangan tersebut tergenang air dan berbau busuk. Ketika hujan, penyandang disabilitas mental di ruangan itu terkena airnya.

Hal tak jauh berbeda terjadi di panti kedua yang diobservasi Komnas HAM di Cilacap. Di sana, Komnas HAM menemukan ruang isolasi berukuran 1x2 meter.

"Penyandang disabilitas mental dimasukan di ruangan itu yang menyatu dengan tempat buang air," kata Felani.

Namun, Komnas HAM juga menemukan adanya panti rehabilitasi sosial yang cukup manusiawi menangani penyandang disabilitas mental. Contohnya seperti di Sleman dan Bantul.

Temuan Komnas HAM terkait perlakuan terhadap penyandang disabilitas mental yang dipasung di panti rehabilitasi sosial. Foto diambil saat konferensi pers Komnas HAM, Senin (3/12/2018).  KOMPAS.com/JESSI CARINA Temuan Komnas HAM terkait perlakuan terhadap penyandang disabilitas mental yang dipasung di panti rehabilitasi sosial. Foto diambil saat konferensi pers Komnas HAM, Senin (3/12/2018).
Salah satu panti di Sleman memiliki tempat yang layak untuk penyandang disabilitas mental. Mereka tidak dipasung dan dapat melakukan banyak hal bersama-sama. Felani memberi foto penyandang disabilitas mental yang sedang makan sambil duduk berjajar.

Selain itu, mereka juga diberdayakan dengan melakukan pekerjaan melipat boks kertas.

"Mungkin itu tidak terlalu tinggi nilainya ya. Satu boks paling hanya dihargai berapa rupiah. Tetapi mereka menjadi merasa dihargai, merasa dibutuhkan," ujar Felani.

Panti lainnya di Bantul menyediakan layanan kesehatan rutin bagi penyandang disabilitas mental yang dirawat di sana. Tempat tidur mereka juga layak lengkap dengan kasurnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Jangan Bebani Penyandang Disabilitas Mental untuk Memilih

Felani mengatakan kebanyakan panti tersebut diurus oleh individu atau yayasan. Beberapa panti mendapatkan izin dari pemerintah agar bisa menerima dana bantuan.

Menurut dia, seharusnya pemerintah lah yang mengambil alih penanangan penyandang disabilitas mental.

"Seharusnya hal kaya gini jangan serahkan ke sektor privat. Artinya kan pemerintah membebankannya ke masyarakat. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan mereka," ujar Felani.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum memastikan pemilih disabilitas dengan gangguan jiwa dipastikan tetap dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019. Ketua KPU menegaskan tidak ada perbedaan antara penyandang disabilitas mental dan masyarakat umum dalam pemilu asal datanya tercatat dalam daftar pemilih tetap KPU sesuai dengan persyaratan Undang Undang. Namun jika saat pencoblosan penyandang disabilitas mental dinilai tidak mampu mengikuti pemilu maka dibutuhkan surat keterangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com