JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menilai aplikasi Smart Pakem (Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat) adalah bukti pembinaan yang gagal terhadap penganut aliran kepercayaan maupun organisasi masyarakat (ormas).
Menurutnya, dengan adanya aplikasi yang diluncurkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu, masyarakat seperti kembali ke era pemerintahan Soeharto.
"Jika menggunakan aplikasi seperti itu, berarti konsep pemberdayaan kita enggak maju-maju. Ketika yang digunakan masih pola-pola tahun 70-an yang mengawasi gitu," katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Ia pun berpendapat aplikasi tersebut sebetulnya tidak perlu ada. Sodik mengatakan, yang terpenting adalah pembinaan kepada mereka yang diawasi melalui aplikasi itu.
Baca juga: Warga Jakarta Kini Bisa Laporkan Ormas Meresahkan Melalui Smart Pakem
Sodik menilai, tumbuhnya radikalisme dan kesesatan justru disebabkan karena pembinaan yang tidak maksimal.
"Ketika kita sudah maju begini tidak usah terlalu diatur-atur begitu. Yang penting adalah dibina, diberi kedewasaan. Jangan malah ketika tidak membina, justru kemudian malah mengatur dan membatasi," jelas dia.
Menurut Sodik, pembinaan dapat dilakukan melalui pembentukan paguyuban bagi kelompok penganut kepercayaan agar tidak dikatakan sebagai aliran sesat.
Namun, ia menekankan juga pada pentingnya perlakuan yang tidak menghakimi atau mencurigai para ormas maupun kelompok penganut tersebut.
"Pembinaannya oleh teman-teman kebudayaan. Oke, paguyuban adalah salah satu, tapi yang lebih utama adalah konsep perlakuan, konsep pembinaan yang tepat, dengan tidak perlu dicurigai," ungkapnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meluncurkan Aplikasi Smart Pakem yang dapat diunduh di Google Play Store dan App Store, Kamis (22/11/2018).
Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yulianto mengatakan, aplikasi tersebut bertujuan mengawasi sekaligus mengedukasi masyarakat terkait aliran kepercayaan, agama, dan kegiatan ormas.
"Sekarang kita bisa mengawasi secara digital. Aplikasi ini juga dibuat untuk mengedukasi masyarakat dan transparansi. Dalam aplikasi sudah ada bagian pengaduan," ujar Yulianto di Kantor Kejati DKI Jakarta, Kamis.
Yulianto mengatakan, pengawasan secara digital bisa mempercepat proses tindak lanjut pengaduan yang dibuat masyarakat.
Dalam aplikasi Smart Pakem, ada pula informasi ormas yang dilarang pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.