Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Formappi: DPR Tidak Jeli dalam Mengawasai Anggaran

Kompas.com - 24/11/2018, 05:25 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Fungsi Pengawasan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) M. Djadijono mengkritik fungsi anggaran DPR. Djadijono menuturkan, sikap kritis DPR dalam membahas RAPBN 2019 bersama mitra kerjanya tidak terlihat.

“DPR tidak jeli di dalam mencermati Kementerian atau Lembaga mana yang boleh ditambah anggarannya pada tahun berikutnya atau bahkan diberi sanksi,” ujar Djadijono di Kantor Formappi, Jakarta Timur, Jumat (23/11/2018).

Menurut Djadijono, ada pula Komisi tertentu di DPR yang membiarkan Pemerintah melanggar sendiri Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258 Tahun 2015 yang mengatur pemberian penghargaan atau sanksi kepada Kementerian/Lembaga.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258 Tahun 2015 isinya antara lain menyangkut masalah Kementerian/Lembaga mana yang akan diberikan tambahan anggaran pada tahun berikutnya.

Baca juga: Menurut Formappi, Target Legislasi DPR Meleset karena Aturan yang Longgar

“Kementerian/Lembaga mana yang boleh ditambah anggaran tahun berikutnya atau yang mendapat sanksi. Setidaknya sanksinya tidak dinaikan, kalau diturunkan sepertinya tidak pernah terjadi,” tutur Djadijono.

“Sebab salah satu item penggunaan anggaran untuk belanja pegawai, kalau diturunkan anggarannya pegawainya bisa ngamuk-ngamuk,” sambung Djadijono.

Djadijono mengatakan, salah satu persyaratan Kementerian/Lembaga dapat diberikan tambahan anggaran tahun anggaran berikutnya bila diberikan opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Opini tersebut meliputi, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), kemudian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP), serta opini tidak boleh naik kelas sama sekali atau bahkan malah harus dikeluarkan.

Baca juga: Formappi Pertanyakan Alasan DPR Perpanjang Pembahasan 15 RUU

Djadijono mengatakan, persetujuan pemberian kenaikan anggaran pada APBN 2019 dari APBN 2018 itu justru diberikan kepada tiga embaga yaitu Badan Keamanan Laut (memperoleh opini TMP).

Lalu Lembaga Penyairan Publik RRI yang memperoleh opini WDP, serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir mendapatkan opini WDP.

Selain itu, tutur Djadijono, ada Komisi tertentu di DPR yang mengadakan rapat pembahasan pagu anggaran dengan Kementerian atau Lembaga mitra kerjanya yang dilakukan secara tertutup. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 246 ayat (2) Tatib DPR yang menentukan bahwa setiap rapat DPR bersifat terbuka, kecuali dinyatakan tertutup.

Baca juga: Formappi: Kinerja DPR di Masa Sidang I Jeblok

“Di Komisi VIII itu ada rapat-rapat membahas anggaran yang tertutup meskipun tidak seluruh pasangan kerja atau kementerian/lembaga tertentu rapat membahas pagu anggaran pada APBN 2019 dilaksanakan tertutup,” ujar Djadijono.

Menurut Djadijono, sikap tertutup tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Mestinya, kata dia, pembahasan anggaran dilakukan secara terbuka dan akuntabel.

“Ketertutupan ini menyalahi apa yang menjadi slogan DPR yang berulangkali dicanangkan sebagai DPR modern bahkan terakhir ada “DPR Now” itu merupakan implementasi DPR modern,” kata Djadijono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com