Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Minta Prabowo Baca Dulu Sebelum Komentar

Kompas.com - 22/11/2018, 11:13 WIB
Ihsanuddin,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta calon presiden nomor 02 Prabowo tidak sembarangan berkomentar terkait paket kebijakan ekonomi XVI yang baru diluncurkan pemerintah.

Hal ini disampaikan Luhut menanggapi Prabowo yang menyebut terbitnya paket kebijakan ekonomi XVI sebagai tanda pemerintah menyerah pada asing.

"Enggak ada (menyerah pada asing). Makanya baca dulu baik-baik, baru berkomentar. Jadi kalau sudah kita baca baik-baik, komentarin," kata Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Luhut menegaskan bahwa kebijakan pemerintah yang mengeluarkan sejumlah sektor usaha dari Daftar Negatif Investasi (DNI) bukan berarti mengundang asing untuk masuk. Menurut dia, kebijakan itu justru memproteksi para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Baca juga: Prabowo Sebut Pemerintah Menyerah pada Asing, Ini Kata Menko Darmin

"Kita tidak pengin rakyat kita susah. Memangnya hanya kamu saja yang sayang sama negeri ini? Kita juga sayang kok sama negeri ini," tambah Luhut.

Luhut mengakui sebelumnya sempat ada salah persepsi mengenai kebijakan pemerintah mengeluarkan sejumlah sektor usaha dari DNI. Namun, hal itu sudah diluruskan.

"Sudah dijelasin kemarin waktu rapat di (Istana) Bogor. Sudah dijelaskan semua. Memang ada dulu presepsi yang salah. Mungkin penjelasan kurang detail," kata dia.

Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto sebelumnya mengkritik Paket Kebijakan Ekonomi XVI. Ia menilai paket kebijakan tersebut memberikan peluang besar kepada pihak asing untuk masuk dan menguasai 28 sektor industri di dalam negeri.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui, dalam paket kebijakan ekonomi, ada 54 sektor yang dikeluarkan dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Namun, bukan berarti seluruh sektor itu bisa 100 persen dikuasai asing.

"Karena dia dikeluarkan dari DNI tidak berarti asing boleh masuk," kata Darmin di Istana Bogor, Rabu (21/11/2018).

Baca juga: Menperin Bantah Tudingan Prabowo soal Paket Kebijakan Ekonomi, Ini Penjelasannya

Darmin mengatakan, ada sejumlah syarat lain yang harus dipenuhi agar asing bisa menanamkan investasinya. Misalnya, asing baru boleh masuk dengan modal investasi paling sedikit Rp 10 miliar, di luar tanah dan bangunan.

Sementara, banyak sektor yang dikeluarkan dari DNI namun tidak memerlukan modal besar sampai Rp 10 Miliar. Misalnya usaha warung internet atau warnet.

"Jadi ya harus dilihat per kelompok dulu, alasannya apa. Dia benar keluar dari DNI. Tapi tidak benar asing boleh masuk," tambah dia.

Di sisi lain, Darmin mengakui ada sejumlah sektor yang dikeluarkan dari DNI untuk mengundang asing masuk. Misalnya usaha percetakan tekstil yang membutuhkan modal hingga Rp 100 miliar.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan alasan dikeluarkannya 54 bidang usaha dari DNI adalah untuk mempermudah perizinan hingga lantaran kurang peminat.

Namun dari 54 bidang usaha tersebut, pemerintah baru memastikan 25 bidang usaha yang terbuka untuk 100 persen investasi asing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com