Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Berdiskusi dengan 8 Ahli Hukum Bahas Putusan MA soal Syarat Pencalonan DPD

Kompas.com - 14/11/2018, 15:20 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan berdiskusi dengan delapan ahli hukum terkait sikap lembaga penyelenggara pemilu itu terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 65 P/HUM/2018, Rabu (14/11/2108) sore.

Putusan itu berisi tentang dikabulkannya uji materi PKPU nomor 26 tahun 2018 yang mengatur syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pemilu 2019.

Delapan ahli hukum tersebut berasal dari kalangan akademisi hingga pegiat pemilu.

Menurut Ketua KPU Arief Budiman, dalam forum group discussion (FGD) nanti, pihaknya bersama para ahli hukum akan berupaya untuk memaknai putusan MA dari segi hukum, dilihat dari substansi putusannya.

"Normatif saja, kita tanya tentang aspek-aspek dari sisi hukum, memaknai substansi dari isi putusannya seperti apa dan kita harus tindaklanjutinya gimana," kata Arief saat ditemui di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Rabu (14/11/2018).

Baca juga: MK Minta KPU Berpegang pada Aturan Tertinggi soal Pencalonan Anggota DPD

Diskusi tersebut, kata Arief, untuk menghindari timbulnya polemik hukum baru mengenai syarat pencalonan anggota DPD.

"Jadi jangan sampai yang kita putuskan hari ini menimbulkan problematika hukum untuk putusan-putusan hukum yang lain," ujar dia.

Arief menambahkan, meskipun sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah menganjurkan KPU untuk kembali berpegang pada Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 dalam persoalan ini, tetapi KPU perlu mempertimbangkan sejumlah fakta hukum.

Baca juga: Komisioner KPU: Nama OSO Tidak Ada di DCT Pemilu 2019

Sedangkan, KPU bukan merupakan ahli hukum yang bisa memberikan pandangan mengenai fakta-fakta hukum.

Untuk itu, upaya diskusi dengan sejumlah ahli hukum digelar, guna mendapat sejumlah pertimbangan.

"Kita minta bertemu bukan minta pendapat, kita ingin tahu sebetulnya apa sih makna dari putusan (MA) itu," kata Arief.

Setelahnya, jika dirasa masih belum cukup, KPU juga berencana untuk melakukan audiensi langsung dengan MK.

Baca juga: Penjelasan MA soal Putusan Gugatan OSO

MA mengabulkan gugatan uji materi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.

Permohonan uji materi itu diajukan oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO).

Sebelumnya, KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.

Menurut putusan MK, anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.

Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com