Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pascaeksekusi Tuti Tursilawati, Pemerintah Diminta Hapus Hukuman Mati

Kompas.com - 07/11/2018, 13:04 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo menilai penerapan kebijakan hukuman mati di dalam negeri justru membuat upaya advokasi pemerintah terhadap para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri menjadi tidak efektif.

Pasca-eksekusi mati TKI asal Majalengka Tuti Tursilawati, setidaknya terdapat 13 pekerja migran di Arab Saudi yang terancam hukuman mati.

Menurut Wahyu, pemerintah seharusnya menghapus kebijakan hukuman mati agar upaya diplomasi untuk membebaskan 13 TKI tersebut memiliki daya desak secara politik.

"Ini harus diakhiri agar memiliki daya desak politik dan legitimasi moral atau etis," ujar Wahyu kepada Kompas.com, Rabu (7/11/2018).

Baca juga: Protes Eksekusi Mati Tuti Tursilawati, Massa Pasang Garis Segel di Kedubes Arab Saudi

Wahyu menilai upaya diplomasi pemerintah selama ini tidak memiliki daya desak. Sebab, Indonesia dinilai menerapkan standar ganda terkait hukuman mati.

Di satu sisi, Indonesia berupaya untuk membebaskan warga negaranya dari hukuman mati di negara lain. Namun, di sisi lain masih menerapkan hukuman mati sebagai salah satu hukum positifnya.

"(Upaya diplomasi) lebih menjadi 'peminta-minta" daripada pendesak dan tidak menjadi bagian dari gerakan global penghapusan hukuman mati," kata Wahyu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Usman mengatakan, penghapusan hukuman mati bisa memudahkan diplomasi Indonesia di luar negeri untuk menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati.

Baca juga: RI Sampaikan Protes ke Saudi Terkait Eksekusi Tuti Tursilawati

Menurut dia, tidak logis jika Indonesia meminta negara lain untuk membebaskan warga negaranya dari hukuman mati, sedangkan di dalam negeri sendiri pemerintah masih mempraktikkan hukuman tersebut

“Kami juga meminta agar pemerintah Indonesia melakukan moratorium hukuman mati di Indonesia sebagai langkah awal penghapusan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan," ujar Usman seperti dikutip dari keterangan tertulisnya.

Usman berpendapat sebaiknya pemerintah dapat mengikuti jejak Malaysia yang telah mengumumkan akan menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan.

Baca juga: Kemenlu: Eksekusi Mati Tuti Tursilawati Tanpa Notifikasi dari Pemerintah Arab Saudi

"Keputusan Malaysia tersebut bisa berpengaruh positif terhadap WNI yang terancam hukuman mati di sana,” kata Usman.

Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, sebanyak 13 warga negara Indonesia (WNI) terancam hukuman mati di Arab Saudi. Dari jumlah itu, seorang di antaranya sudah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Dalam rentang 2011-2018 tercatat 103 WNI dijatuhi hukuman mati di Arab Saudi. Dari jumlah itu, 85 orang berhasil dibebaskan dari ancaman hukuman mati sementara lima orang lainnya telah dieksekusi sehingga tersisa 13 WNI yang masih diupayakan pembelaan hukumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com