JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno mengatakan, meski kampanye negatif boleh dilakukan, tetapi kampanye positif harus lebih diutamakan.
Menurut Adi, kampanye negatif berpotensi menimbulkan kebencian.
"Orang merasa tidak suka, merasa tidak empati karena orang itu yang ditonjolkan adalah kelemahannya, bukan sisi positifnya. Sebab itu, menurut saya, yang lebih baik yang harus dilihat adalah nilai-nilai positif yang dimiliki oleh seorang kandidat," kata Adi saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/10/2018).
Baca juga: PKS Perbolehkan Kampanye Negatif, Ini Tanggapan Ketua Bawaslu
Porsi kampanye negatif, kata Adi, harus dikurangi. Sementara, "menjual" kandidat calon dengan cara kampanye positif harus lebih diperbanyak.
Jika dijejali kampanye negatif terus-menerus, kata Adi, publik lama-kelamaan akan jenuh.
"Capek kan kita ini. Ruang publik itu terlalu pengap lah dijejali dengan hal-hal yang terlampau tidak produktif begitu," ujar Adi.
Sebelumnya, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman mempersilahkan kadernya melakukan kampanye negatif, di samping memperbanyak kampanye positif.
Baca juga: Mengapa Kampanye Negatif Boleh, Kampanye Hitam Tak Boleh?
Hal itu disampaikan Sohibul dalam sambutannya kepada para kader PKS saat Konsolidasi Nasional Pemenangan Pemilu 2019, di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Minggu (14/10/2018).
"80 persen dalam kampanye kita harus positive campaign. Silakan untuk masuk ke negative campaign cukup 20 persen," ujar dia.
Sohibul menjelaskan kampanye negatif yang dimaksud adalah fakta-fakta soal kelemahan lawan.
Sementara untuk kampanye hitam atau black campaign, Sohibul menegaskan partainya tidak akan mentolerir para kader yang melakukan praktik kampanye tersebut.
.
.
.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.