JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima informasi terkait kehadiran pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim, untuk memenuhi panggilan KPK.
Keduanya dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada hari ini, Senin (8/10/2018) dan Selasa (9/10/2018), terkait kasus korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) atas pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Sampai pagi ini, belum ada konfirmasi kedatangan atau tidak datang dari pihak Sjamsul Nursalim," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Senin.
Baca juga: KPK Minta Sjamsul Nursalim Patuhi Pemanggilan untuk Diperiksa
Menurut Febri, keterangan keduanya dibutuhkan dalam rangka pengembangan kasus BLBI, setelah mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung dijatuhi vonis hakim.
"Setelah putusan untuk SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) kemarin, KPK menelusuri indikasi keterlibatan pihak lain. Sekitar 26 orang sudah dimintakan keterangan," ujar Febri.
Ia mengatakan, pemeriksaan tersebut dapat menjadi kesempatan bagi keduanya untuk memberi klarifikasi.
Oleh karena itu, KPK mengingatkan kembali agar keduanya bersikap kooperatif dalam proses pemeriksaan.
"Perlu diingat, kasus yang sedang ditangani ini menyangkut dugaan kerugian negara yang besar, yaitu Rp 4,58 triliun. Jadi konsekuensi hukum pada pihak-pihak terkait akan cukup signifikan," ujar Febri.
Baca juga: Syafruddin Temenggung Bantah Terbitkan SKL Sjamsul Nursalim untuk Perkaya Diri
Sebelumnya, Syafruddin dinyatakan terbukti merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Menurut hakim, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.
Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.
Untuk itu, majelis hakim menjatuhi vonis 13 tahun penjara kepada Syafruddin.
.
.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.