KOMPAS.com – Sebanyak 85 persen kecelakaan di jalan raya terjadi karena kesalahan manusia atau human error. Hal ini terungkap dalam wawancara khusus dengan Duta Keselamatan Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan, Rifat Sungkar.
Rifat yang juga pereli nasional ini mengatakan, perilaku pengemudi yang berkeselamatan merupakan faktor terpenting keselamatan di jalan raya. Ini karena pengemudi merupakan pelaku yang paling menentukan keselamatan berkendara di jalan.
Untuk itu, menurut Rifat, keselamatan berkendara haruslah dimulai dari diri sendiri. Hal ini sesuai dengan 5 pilar peningkatan keselamatan lalu lintas angkutan jalan.
Adapun 5 pilar tersebut terdiri dari, peningkatan management keselamatan lalu lintas jalan (safer management), peningkatan jalan yang berkeselamatan (safer road) dan peningkatan kendaraan yang berkeselamatan (safer vehicle).
Lalu peningkatan perilaku pengguna jalan berkeselamatan (safer people) dan peningkatan perawatan paska kecelakaan lalu lintas (post crash).
“Dari 5 pilar itu yang paling penting itu adalah safer people. Mau se-safety apa pun kendaraannya tetapi jika pengemudinya tidak mau mengikuti aturan, maka kecelakaan berisiko terjadi,” ungkap Rifat dalam rilis yang Kompas.com terima Jumat (28/9/2018).
Apalagi kini seiring dengan perkembangan zaman, lanjut Rifat, banyak perusahaan manufaktur kendaraan berlomba- lomba memberikan fitur keselamatan terbaik pada kendaraan produksinya. Tujuannya supaya bisa meminimalisir resiko kecelakaan di jalan raya.
Untuk itu, Rifat meminta semua pihak agar mulai berani memperbaiki mentalitas demi generasi masa depan yang lebih baik. Dengan begitu, bukan hanya persoalan kinerja dan prestasi bangsa saja yang lebih baik, suasana berlalu lintas juga menjadi lebih nyaman dan selamat.
“Maka dari itu, toleransi umat berlalu lintas itu penting. Toleransi di sini maksudnya lebih peduli kepada sesama pengguna jalan, serta mengetahui akibat dari perbuatan kita yang lalai dalam mengikuti aturan di jalan,” kata dia.
Lebih lanjut, Rifat mengatakan toleransi berlalu lintas lebih diperlukan daripada menunggu pemerintah membangun jalan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih baik. Untuk itu, bagi yang belum bertoleransi, segeralah perbaiki toleransi berlalu lintas dan juga skill mengemudi untuk menciptakan suasana berkendara yang lebih baik.
Rifat kemudian menegaskan bahwa pengemudi kendaraan dituntut pula untuk sadar dan bisa me-manage waktunya dengan baik dan bertanggungjawab. Ini perlu agar pengemudi tidak memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi karena tertekan untuk cepat sampai di tempat tujuan.
“Dengan adanya kesadaran ini maka tekanan di jalan akan berkurang. Dengan tekanan psikologis berkurang, maka berkurang juga resiko terjadinya kecelakaan di jalan,” ucapnya.
Usia produktif sering kecelakaan
Rifat yang juga berprofesi sebagai driving school ini kemudian mengungkap bahwa pelaku kecelakaan lalu lintas sering terjadi pada pengemudi berusia produktif (17-35 tahun).
Kata dia, hal ini pun sebenarnya bisa diminimalisir dengan melakukan perubahan mental bangsa dimulai dari generasi muda dengan usia belia.