JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, pihaknya terus mendalami dugaan korupsi investasi PT Pertamina (Persero) di Blok Basker Manta Gummy (BMG), Australia, tahun 2009.
Menurut Prasetyo, tak menutup kemungkinan akan adanya tersangka baru dalam kasus korupsi yang telah merugikan uang negara sekitar Rp 568 miliar.
“Ada 4 orang yang dinyatakan oleh penyidik sebagai tersangka dan calon tersangka dan ini akan berlanjut terus,” tutur Prasetyo saat ditemui di Kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Prasetyo menuturkan, untuk menangani suatu proses perkara dibutuhkan kecermatan dan kehati-hatian untuk menghasilkan sesuatu yang maksimal.
Baca juga: Kejagung Tetapkan Karen Agustiawan sebagai Tersangka
“Kita ketahui penanganan proses perkara harus cermat dan hati-hati tidak bisa sembarangan dan sembrono, karena kita tentunya berharap hasilnya maksimal,” kata Prasetyo.
Diketahui, Mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Agustiawan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Karen tidak pernah diperiksa kembali sebagai tersangka oleh tim penyidik.
Pada perkara dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy Australia tahun 2009 itu, tim penyidik Kejaksaan Agung juga menetapkan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan dan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan.
Karen Agustiawan dan dua tersangka lainnya itu sudah dikenakan status pencegahan bepergian ke luar negeri pada 22 Maret 2018.
Baca juga: Ini Dugaan Penyimpangan yang Dilakukan Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Sementara Mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) pada Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero) Bayu Kristanto sudah ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu dan langsung ditahan selama 20 hari oleh tim penyidik.
Sebagai informasi, kasus ini terjadi pada 2009, di mana Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biayabiaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta.
Baca juga: Kejaksaan Agung Perpanjang Masa Pencegahan Karen Agustiawan ke Luar Negeri
Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG.
Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp 568 miliar.