Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koruptor Boleh "Nyaleg", Ini yang Harus Dilakukan Parpol, KPU, hingga Pemilih...

Kompas.com - 17/09/2018, 14:32 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan wakil rakyat yang bersih dan berintegritas.

Bahkan, meskipun Mahkamah Agung (MA) menggugurkan PKPU tentang larangan eks koruptor menjadi calon anggota legislatif, harus ada filter agar wakil rakyat yang memperebutkan suara pada pemilihan anggota legislatif, bebas dari praktik korupsi.

Fickar menilai, ada langkah yang bisa dilakukan partai politik maupun masyarakat pemilih menyikapi hal ini.

Baca juga: Menkum HAM Harapkan Semua Pihak Terima Putusan MA soal Caleg Eks Koruptor

Apa saja?

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.Fabian Januarius Kuwado Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
"Pertama, dari partai politik dulu. Partai politik itu punya tanggung jawab untuk tidak mencalonkan calon legislatif yang merupakan eks koruptor dalam rangka menciptakan demokrasi yang bersih," ujar Fickar kepada Kompas.com, Senin (17/9/2018).

Dari sisi penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), menurut dia, bisa mengeluarkan kebijakan untuk memfilter masuknya eks koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Baca juga: Soal Caleg Eks Koruptor, MA Sebut Publik Mesti Kritik UU Pemilu

Salah satu yang bisa dilakukan KPU adalah menjalankan perintah yang tertuang pada Undang-Undang Pemilu, yakni mengumumkan siapa saja calon wakil rakyat yang pernah terlibat perkara korupsi secara terbuka.

"Atau, mewajibkan setiap calon untuk mengumumkan status dirinya sendiri. Itu kan yang sebagaimana diperintahkan oleh UU Pemilu. Bahkan, kalau perlu pernyataan itu ditempel di setiap TPS wilayah calon tersebut," ujar Fickar. 

Terakhir, masyarakat atau pemilih harus bersikap cerdas dalam menentukan wakil rakyat yang dipilihnya.

Baca juga: Ada Usulan Caleg Eks Koruptor Ditandai di Surat Suara, Ini Kata KPU

"Selebihnya, bola ada di tangan rakyat untuk memilih atau tidak memilih si bekas koruptor atau tindak pidana lainnya itu. Hasil pemilihan ini juga nantinya dapat mengindikasikan arah pragmatisme masyarakat," ujar Fickar.

Ia juga mengusulkan agar filter-filter tersebut ke depan tidak hanya dimasukkan pada level peraturan KPU, melainkan harus masuk dalam Undang-Undang Pemilu.

MA, melalui putusannya, menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan UU Pemilu.

"Pertimbangan hakim bahwa PKPU itu bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017," ujar Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/9/2018).

Kompas TV Selain itu, KPU masih mempertimbangkan sejumlah hal agar keputusan KPU tak dikritik lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com