JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai mengambil alih fungsi Mahkamah Agung untuk menilai sah atau tidaknya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
PKPU itu terkait larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif.
Sikap Bawaslu untuk meloloskan para mantan napi kasus korupsi dinilai mengabaikan PKPU yang merupakan peraturan di bawah Undang-Undang tentang Pemilu.
Baca juga: Bawaslu: Kami Batalkan SK KPU, Bukan PKPU
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Bawaslu seharusnya tidak mengabaikan PKPU tersebut. Bawaslu sebaiknya menunda proses sengketa pencalonan anggota legislatif yang diajukan mantan terpidana napi korupsi.
"Tidak boleh ada institusi penyelenggara pemilu yang ambil alih fungsi MA dalam menguji peraturan di bawah undang-undang pemilu," ujar Titi dalam diskusi di Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, Minggu (9/9/2018).
Menurut Titi, institusi yang berwenang menentukan PKPU sah atau tidak hanya Mahkamah Agung. Bawaslu tidak memiliki fungsi maupun kewenangan untuk menilai PKPU.
Baca juga: Polemik Caleg Eks Koruptor, Mahfud MD Sebut Bawaslu yang Bikin Kacau
Apalagi, menurut Titi, sudah ada keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang meminta semua pihak menunggu hasil uji materi MA. Menurut Titi, Bawaslu RI seharusnya memerintahkan jajaran di bawahnya untuk menaati keputusan DKPP itu.
"Bawaslu perlu ingatkan jajaran di bawahnya untuk sepakat dengan DKPP. Kami harap Bawaslu tertib dengan kesepakatan dan minta jajarannya menunda proses sengketa," kata Titi.
Saat ini, PKPU tersebut sedang digugat di MA. Namun, untuk sementara MA belum bisa mengeluarkan putusan terkait uji materi tersebut. Sebab, saat ini Undang-Undang Pemilu yang membawahi PKPU sedang digugat di Mahkamah Konstitusi.