KOMPAS.com - Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia, Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat, dipilih sebagai lokasi perumusan naskah teks proklamasi pada dini hari, 17 Agustus 1945.
Kisahnya, tokoh pergerakan saat itu, Achmad Soebardjo, memiliki kedekatan dengan Laksamana Maeda. Kedekatan ini membuat Maeda lebih lunak terhadap keinginan Indonesia untuk merdeka.
Soebardjo diketahui aktif di organisasi Jong Java dan Persatuan Mahassiwa Indonesia saat di Belanda.
Pada masa pergerakan, ia menjadi wakil Indonesia bersama Moh Hatta dalam "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" pertama di Brussels dan Jerman.
Baca juga: Siulan Rahasia Bung Karno dan Kecurigaan Belanda di Kota Ende
Laksamana Maeda sudah kenal dengan Pelajar Indonesia saat menjadi Atase di Den Haag dan Berlin pada 1930. Dari sinilah komunikasinya terjalin dengan Ahmad Soebardjo dan Hatta.
Setelah menjadi Atase di Den Haag dan Berlin, Maeda pindah tugas ke Indonesia, sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang).
Saat itu, ia mempekerjakan Ahmad Soebardjo yang dikenalnya sejak lama di Belanda.
Mengapa rumah Laksamana Maeda?
Dalam buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis disebutkan Achmad Soebardjo menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok setelah berhasil meyakinkan Sukarni untuk membawa kedua pemimpin tersebut ke Jakarta.
Akhirnya, mereka berhenti di rumah Laksamana Maeda. Di sinilah akan dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan.
Baca juga: Sayuti Melik, Pengetik Teks Proklamasi
Jatuhnya pilihan pada rumah Laksamana Maeda karena rumah tersebut punya hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang sehingga kedua pemimpin itu tetap aman.
Di ruang makan Laksamana Maeda dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M. Hatta, dan Achmad Soebardjo.
Hatta dan Achmad Soebardjo menyampaikan pemikirannya secara lisan, sedangkan Soekarno bertindak sebagai penulis konsep naskah proklamasi tersebut.
Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima.