Para pemuda yang berada di luar meminta agar teks proklamasi bernada keras. Akan tetapi, S. Nishijima tak mengizinkan agar tak terjadi hal yang tak diinginkan dan memicu amarah dari tentara Jepang.
Baca juga: Kisah Tiga Pengibar Merah Putih Saat Proklamasi 17 Agustus 1945
Beberapa kata yang diminta ada pada naskah teks proklamasi adalah "penyerahan", "dikasihkan", diserahkan", atau "merebut".
Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan" yang dinilai lebih halus.
Ketika konsep naskah itu selesai, Soekarno menyarankan agar mereka yang hadir dalam perumusan naskah proklamasi ikut menandatangani selaku wakil bangsa Indonesia.
Saran tersebut ditentang oleh golongan pemuda yang tidak setuju jika naskah proklamasi ditandatangani oleh anggota PPKI hasil bentukan Jepang.
Mereka menolak karena kemerdekaan Indonesia merupakan jerih payah seluruh elemen bangsa.
Akhirnya, Sayuti Melik mengusulkan Soekarno Hatta menandatangani naskah proklamasi dan mengubah kalimat "Wakil-wakil bangsa Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia" setelah diketik.
Baca juga: Pejuang Tionghoa dan Kemerdekaan Indonesia
Mesin ketik di rumah Maeda saat itu adalah mesin ketik dengan huruf hiragana, bukan latin.
Kemudian, pegawai Maeda, Satsuki Mishima pergi ke kantor militer Jerman untuk meminjam mesin ketik milik Mayor Dr. Hermann Kandeler.
Setelah mendapatkan pinjaman mesin ketik, Sayuti Melik didampingi BM Diah dipercaya Soekarno untuk mengetik naskah proklamasi.