Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Riset: Sepertiga Pemilih Indonesia Terima Suap Saat Pemilu

Kompas.com - 24/07/2018, 06:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Burhanuddin Muhtadi

PRAKTIK membagikan uang atau barang untuk memengaruhi seseorang agar memilih seorang calon legislator atau calon presiden dalam pemilihan umum (pemilu) – atau biasa disebut sebagai praktik jual beli suara atau politik uang – begitu merajalela di Indonesia.

Penelitian doktoral saya mengenai praktik jual beli suara di Indonesia menemukan bahwa satu di antara tiga orang pemilih terpapar oleh praktik ini pada Pemilu 2014. Hal ini menempatkan Indonesia ke peringkat ketiga negara di dunia yang paling banyak melakukan politik uang ketika pemilu.

Saya mengolah data dari berbagai macam survei yang dilakukan antara tahun 2006 dan 2016 dengan jumlah responden lebih dari 800.000 orang di seluruh Indonesia.

Artikel saya berusaha menjawab mengapa praktik jual beli suara begitu mengakar di Indonesia meski dianggap tabu oleh masyarakat dan fakta bahwa praktik ini hanya membawa pengaruh sedikit pada hasil pemilu.

Praktik jual beli suara dulu dan sekarang

Praktik jual beli suara sudah ada sejak pemilu pertama Indonesia pada 1955. Salah satu partai tertua Indonesia, Partai Nasional Indonesia (PNI), yang didirikan oleh Presiden Soekarno, membagikan uang kepada tokoh-tokoh pada tingkat lokal agar bisa memenangi pemilu.

Pada saat masa Orde Baru, membeli suara pemilih dianggap bukan strategi populer karena partai politik pada saat itu melihat tidak ada untungnya melakukan praktik ini dengan sistem pemilu yang selalu memenangkan partai pemerintah, yaitu Golkar. Meskipun demikian, Golkar beberapa kali dilaporkan membagikan uang untuk memobilisasi dukungan massa.

Praktik jual beli suara hampir tidak terdengar pada Pemilu 1999 ketika Indonesia baru berubah menjadi negara demokrasi setelah runtuhnya kekuasaan Orde Baru. Saat itu, kompetisi terjadi antarpartai, bukan antarkandidat, yang menurut saya berperan penting dalam mendorong maraknya praktik jual beli suara ini.

Saya perhatikan praktik jual beli suara mulai berkembang pada Pemilu 2009 setelah pemerintah memperbolehkan individual kandidat untuk berkompetisi di dalam pemilu. Fakta bahwa setiap kandidat bersaing tidak hanya dengan calon lain dari partai yang berbeda, tetapi juga bersaing dengan kandidat lain dalam satu partai memperparah keberadaan praktik jual beli suara.

Praktik jual beli suara masih ada sampai sekarang. Dalam penelitian saya di lapangan selama 13 bulan pada 2013 dan 2014, saya menemukan bahwa kebanyakan para kandidat ini sangat terbuka dalam mendiskusikan berapa banyak uang yang mereka bagikan kepada para pemilih dan bagaimana mereka terlibat dalam praktik jual beli suara ini.

Praktik jual beli suara ini ada di mana-mana sehingga seorang mantan anggota parlemen pernah menantang saya dalam sebuah wawancara agar saya memotong jarinya jika saya bisa menemukan anggota parlemen yang terpilih tanpa membeli suara pemilih.

Meskipun jumlah kasus praktik jual beli suara di Indonesia tinggi, tidak banyak yang mengetahui berapa cakupannya dan bagaimana praktik ini memengaruhi hasil pemilu. Riset saya berusaha menjawab kedua pertanyaan ini.

Menggunakan data survei yang dikumpulkan setelah Pemilu 2014, saya menemukan bahwa setidaknya 33 persen dari pemilih pernah ditawari suap.

Hal ini berarti bahwa dari 187 juta total jumlah pemilih, hampir 62 juta orang menjadi target praktik jual beli suara. Angka ini menempatkan Indonesia di nomor ketiga negara-negara di dunia yang melakukan praktik jual beli suara, setelah Uganda dan Benin.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com