JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte menilai kedewasaan politik masyarakat semakin berkembang pada Pilkada Serentak 2018.
Philips berkaca pada sejumlah hasil hitung cepat dan exit poll belakangan ini.
Pertama, Philips menyoroti data sebaran pemilih partai pendukung calon tertentu yang bisa tersebar ke calon lain. Hal itu membuktikan sikap pemilih yang mulai mencari pemimpin sesuai dengan kebutuhan dan idealismenya.
"Karena itu terjadi kebocoran-kebocoran pemilih partai. Kalau kita perhatikan, kebocoran pemilih partai yang tidak mendukung calonnya saya rasa pemilih partai melihat bahwa yang calon lain ini lebih ideal menurut mereka dari perspektif kebutuhan," kata Philips di kantor Saiful Mujani Research and Consulting, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Baca juga: Pilkada Beraroma Pilpres, Partisipasi Pemilih di Perbatasan Meningkat
Philips juga mengamati kepala daerah terpilih banyak yang berasal dari kalangan non partai atau jaringan politik keluarga. Ia menilai, Pilkada Serentak 2018 ini memperlihatkan lahirnya tren kepemimpinan baru di Indonesia.
"Keberlangsungan lahirnya generasi baru pemimpin di Indonesia semakin lama semakin kelihatan bahwa pemimpin nasional itu lahirnya dari daerah," kata dia.
Pemilih, kata dia, mulai mendambakan sosok pemimpin seperti Joko Widodo, Tri Rismaharini, Basuki Tjahaja Purnama, Abdullah Azwar Anas, Ridwan Kamil, dan sosok lainnya yang mengusung transparansi, pelayanan publik dan program-program kerja yang nyata.
"Ada benchmark dari para pemilih ketika memilih local leaders. Ini menjadi peringatan bagi parpol bahwa ada arus lain menurut saya di antara pemilih kita," ujarnya.
"Saya melihat pemilih kita makin dewasa dalam mencari pemimpin daerah yang menurut saya ini efek tular dari hasil pilkada-pilkada sebelumnya," kata Philips.
Baca juga: Pilkada Serentak 2018, Masyarakat Dinilai Makin Dewasa dan Cerdas Memilih
Ia juga menilai munculnya kemenangan kotak kosong dalam hitung cepat seperti pada Pilkada Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan sebuah peringatan masyarakat pemilih kepada para calon dan partai politik.
"Itu statement dari masyarakat bahwa 'Saya memilih kotak kosong bahwa calon ini saya enggak mau. Karena saya enggak tahu calon lainnya mana'. Dan ini juga menjadi warning bagi partai-partai," kata Philips.
Philips sendiri melihat kemenangan kotak kosong juga merupakan ekspresi kedewasaan politik pemilih dalam menentukan pilihannya secara cerdas dan bijak.
Melalui kotak kosong, publik menegaskan agar partai mengusung calon-calon pemimpin yang berintegritas, memiliki program kerja yang jelas serta rekam jejak yang kuat.
Masyarakat, kata Philips, sudah menurunkan sikap permisifnya atas kandidat-kandidat yang dirasa tidak berkualitas dan tidak layak untuk memimpin daerahnya.
"Menurut saya partainya yang harus disiplin. Yang dicalonkan harus konsisten orang yang punya track record dan transparansi yang tinggi," kata dia.
"Tapi saya kira itu menunjukkan iktikad baik untuk mencari figur yang baik dibandingkan dengan sebelumnya. Karena pemilih biasanya disodorkan calon yang pemilih enggak punya opsi lain," kata dia