Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Kodifikasi RKUHP Dinilai karena Perancang Terlalu Sentimen Terhadap Kolonial

Kompas.com - 18/06/2018, 12:24 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, persoalan kodifikasi dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terjadi akibat perancang undang-undang terlalu sentimen terhadap kolonial.

Semangat ingin mengubah undang-undang lama malah membuat kerancuan.

"Sentimen antikolonial yang begitu kuat menjadi penyebab utama kerancuan atau persoalan kodifikasi," ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (18/6/2018).

Menurut Anggara, apabila amandemen KUHP dilakukan bertahap sebagaimana usul ICJR dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, maka kemungkinan permasalahan kodifikasi, khususnya bagi tindak pidana di luar KUHP bisa diminimalisasi.

Menurut ICJR, RKUHP saat ini membuka ruang duplikasi dan keraguan. Pasal-pasal dalam undang-undang sektoral, beberapa aturannya kemungkinan berubah.

Misalnya, aturan dalam pasal 716 RKUHP yang bukan hanya menggantikan pasal 127 RKUHP, tapi juga melakukan sejumlah perubahan.

Hal ini berarti delik yang dipindahkan ke RKUHP tidak secara langsung dicabut dari undang-undang sektoral.

"Dalam tataran teknis, untuk memastikan adanya kepastian hukum, tidak ada multi tafsir dan keraguan, maka perlu adanya aturan penutup yang mencabut ketentuan-ketentuan yang sifatnya duplikasi," kata Anggara.

Untuk menghindari duplikasi, terutama masalah ketidakpastian hukum, ICJR merekomendasikan RKUHP secara tegas menyebutkan dan mencabut pasal mana dalam undang-undang sektoral atau di luar KUHP yang merupakan pasal yang diduplikasi ke dalam RKUHP.

Menurut ICJR, kodifikasi merupakan mekanisme untuk membuat adanya simplifikasi pengaturan dan membuat suatu aturan menjadi sistematis.

"Dalam hal pemerintah gagal untuk memastikan adanya simplifikasi dan aturan yang bisa dibaca lebih sistematis, maka sebaiknya beberapa ketentuan yang sudah diatur di luar KUHP, dicabut dari RKUHP," kata Anggara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com