Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham Dinilai Tak Miliki Wewenang Tentukan Pelanggaran dalam PKPU

Kompas.com - 05/06/2018, 18:58 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan apakah suatu peraturan itu bertentangan atau tidak dengan undang-undang di atasnya.

Ia menegaskan bahwa kewenangan tersebut menjadi ranah Mahkamah Agung jika ada pihak-pihak yang mengajukan gugatan.

"Dia (Menkumham) tidak bisa menggunakan alasan itu untuk tidak menandatangani PKPU larangan mantan napi koruptor menjadi caleg," ujar Lucius kepada Kompas.com, Selasa (5/6/2018).

Baca juga: KPU: Jika PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg Melanggar UU, Keluarkan Perppu

Ia menyayangkan sikap pemerintah yang tak mendukung larangan mantan narapidana kasus korupsi maju dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019.

Larangan tersebut tercantum dalam pasal 7 ayat (1) huruf h rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Bahkan  menyebut peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan tidak akan menandatanganinya.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus saat ditemui di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018). KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus saat ditemui di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018).

"Yang bisa menilai pelanggaran dari PKPU yang dibuat KPU adalah Mahkamah Agung jika ada pihak yang mengajukan gugatan," ucapnya.

Baca juga: KPU Desak Kemenkumham Segera Undangkan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Selain itu, Lucius menilai pemerintah dapat dianggap melakukan intervensi kewenangan KPU dalam membuat peraturan jika Menkumham menolak menandatangani peraturan tersebut.

Seharusnya, KPU bersifat independen dalam membuat sebuah peraturan. Oleh sebab itu pemerintah tidak bisa menilai substansi dari peraturan itu.

Di sisi lain, keengganan Yasonna untuk menandatangani PKPU juga dinilai akan menghambat tahapan penyelenggaraan pemilu.

Diketahui, pada 4 hingga 17 Juli mendatang akan dimulai proses pendaftaran calon.

"Ancaman Menkumham juga bisa dianggap sebagai suatu bentuk intervensi terhadap KPU yang menurut undang-undang harus bekerja atas prinsip mandiri dan otonom serta independen," kata Lucius.

Baca juga: KPU Nilai Kemenkumham Tak Berhak Koreksi Draf PKPU soal Eks Koruptor Jadi Caleg

Sebelumnya, Yasonna Laoly menegaskan bahwa dirinya tidak akan menandatangani draf PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk maju dalam Pemilu Legislatif 2019.

Menurut Yasonna, PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang," ujar Yasonna saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Baca juga: KPU Nilai Kemenkumham Berpotensi Hambat Pileg jika Tak Memproses PKPU Pencalonan

Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Dengan demikian mantan narapidana korupsi, menurut UU Pemilu, dapat mencalonkan diri sebagai caleg.

Yasonna mengatakan, KPU tidak memiliki kewenangan untuk menghilangkan hak politik seseorang selama tidak diatur dalam undang-undang.

Kompas TV Dasar hukum PKPU juga menjadi perhatian fraksi PKB. Meski Muhaimin Iskandar mengungkapkan PKB mendukung langkah KPU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com