Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Sebut Istri Setya Novanto Akan Ikut ke Lapas Sukamiskin

Kompas.com - 04/05/2018, 10:42 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara terpidana kasus korupsi proyek KTP elektronik Setya Novanto, Firman Wijaya mengonfirmasi bahwa istri kliennya, Deisti Astriani Tagor akan ikut mengantar suaminya ke Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Seperti yang diketahui, KPK akan melakukan eksekusi terhadap Novanto ke Lapas Sukamiskin, pada Jumat ini (4/5/2018).

Namun demikian, Firman belum mengetahui secara pasti apakah Deisti akan berkunjung ke rutan KPK terlebih dulu atau langsung menuju ke Sukamiskin.

"Ya, dari Bu Deisti akan mengantarkan juga. Belum tahu persisnya, tapi kalau lihat jarak, rasanya agak sulit juga kalau harus kemari (KPK) lebih dulu," kata Firman saat ditemui di depan Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Baca juga: Setya Novanto: Di Sukamiskin, Saya dari Kos Pindah ke Pesantren

Menurut Firman, Novanto berharap sekali untuk bertemu dengan istrinya.

"Ya tentu Pak Novanto ingin ketemu sama istri ya, tapi putranya enggak bisa (mendampingi)," kata dia.

Sementara dari tim kuasa hukum, hanya Firman yang akan mendampingi. Terkait dengan jadwal kepindahan, Firman mengakui saat ini masih menunggu prosedur administrasi dari KPK.

"Ini soal teknis karena hari Jumat, tapi diharapkan pukul 11.00 WIB bisa selesai, lebih cepat selesai. Kemudian, kami jalan dari sini, hanya sekarang tinggal pada kepala rutan dan surat jalan, lah, kira-kira itu," kata Firman.

Kemarin, Setya Novanto memang berharap istrinya, Deisti Astriani Tagor, ikut mendampingi saat proses eksekusi berlangsung.

"Ya kalau dizinkan kan dampingi, kalau boleh. Ya sebagai istri menunggu dalam penyerahan kan itu lebih baik. Kalau istri sih selalu ingin dampingi saya terus," kata Novanto saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (3/5/2018) malam.

Baca: Novanto Harap Istrinya Mendampingi Saat Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin

Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Mantan Ketua DPR ini divonis 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Apabila tidak dibayar setelah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita atau dilelang.

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan, yakni mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Majelis hakim sepakat dengan jaksa KPK perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Setya Novanto.

Kompas TV Selain Setya Novanto dan istri, jaksa juga menghadirkan saksi lainya, yakni dokter dari Rumah Sakit Premier Jatinegara, Glen Sherwin Dunda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com