Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: Rehabilitasi Negara Islam yang Hancur Butuh Waktu Puluhan Tahun

Kompas.com - 03/05/2018, 21:34 WIB
Moh Nadlir,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk merehabilitasi negara-negara Islam yang hancur karena konflik internal maupun eksternal.

Konflik internal itu terjadi karena merebaknya paham Islam radikal dalam suatu negara. Sedangkan konflik eksternal terjadi karena intervensi negara lain.

"Butuh (waktu) 50 tahun untuk kembali baik. Suatu kerugian yang luar biasa," kata Kalla ketika menutup Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendikiawan Muslim se-Dunia Wasathiyah Islam, di Istana Wakil Presiden RI, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Baca juga: 100 Ulama dan Cendikiawan Muslim Dunia Kumpul di Istana Bogor

Bahkan, kata Kalla, konflik tersebut sampai hari ini masih terjadi di sejumlah negara Islam. Adapun imbasnya adalah kehancuran negara tersebut.

"Tentu sangat disayangkan," kata Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia tersebut.

Karenanya, ia mengajak semua ulama di dunia, menghentikan ajaran-ajaran Islam yang bisa menciptakan pemikiran radikal dan menyebabkan konflik.

"Itulah tugas kita semua para pemimpin agama, para alim ulama," kata Kalla.

Kalla pun berharap, tercipta kedamaian di negara-negara Islam yang masih berkonflik. Ia menegaskan butuh waktu yang tidak sebentar untuk merehabilitasi negara yang hancur karena konflik.

"Mudah-mudahan saja dunia Islam dalam abad ini, memasuki abad pertengahan, dapat kita mencapai kedamaian dan kemakmuran," ucap dia.

Baca juga: Buka KTT Wasathiyah Islam, Jokowi Perkenalkan Keberagaman Indonesia

"Untuk merehabilitasi negara-negara Islam yang terjadi kehancuran akan butuh puluhan tahun, baru kembali ke keadaan normal. Alangkah mahalnya dan alangkah berbahayanya seperti itu," tuturnya.

Sebelumnya, KTT Wasithiyah Islam dihadiri 100 lebih ulama dan cendikiawan Muslim se-dunia. Selama tiga hari KTT tersebut digelar di Istana Presiden RI, Bogor, Jawa Barat.

Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsudin mengatakan, KTT ini diharapkan dapat mendorong gerakan bersama Islam moderat di dunia.

Sekaligus menyingkirkan wawasan Islam yang bersifat fundamentalis, ekstremis dan radikalis yang belakangan menyebabkan krisis peradaban.

Baca juga: Jokowi: Gerakan Islam Moderat di Dunia Semakin Kuat

 

"Memang tidak ada solusi bagi problematika peradaban dunia kecuali dengan wasathiyah Islam. Tidak terjebak pada radikalisme, fundamentalisme dan ekstremisme," kata Din.

Rangkuman pertemuan ini akan diberi tajuk "Bogor Message" dan akan dijadikan acuan para ulama dan cendikiawan Muslim sedunia.

Kompas TV Salah satu isi pertemuan itu adalah pentingnya Islam yang moderat dan toleransi di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com