JAKARTA, KOMPAS.com - Pengawasan terhadap tenaga kerja asing (TKA) oleh Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) belum maksimal. Akibatnya, pelanggaran di sektor TKA masih banyak terjadi.
Ini menjadi salah satu hasil investigasi Ombudsman RI selama Juni-Desember 2017 di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Papua Barat, Sumatra Utama, dan Kepulauan Riau.
"Beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pengawasan Tim Pora antara lain ketidaktegasan Tim Pora terhadap pelanggaran yang terjadi di lapangan," ujar Komisioner Ombudsman RI Laode Ida, dalam jumpa pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta Kamis (26/4/2018).
"Selain itu, ada juga keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan anggaran, dan lemahnya koordinasi antar instansi baik pusat maupun daerah," kata Laode.
(Baca juga: Ombudsman: Arus TKA dari China Deras, Tiap Hari Masuk ke Indonesia)
Laode mengatakan, Ombudsman RI menemukan ada sejumlah perusahaan yang mempekerjakan TKA tanpa Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
Ada juga pekerja yang izin bekerjanya sudah habis, namun tak diperpanjang dan tetap dibiarkan bekerja. Selain itu, masih banyak juga TKA tanpa keahlian khusus yang bekerja sebagai buruh kasar hingga supir.
Tim Pora dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 50 Tahun 2016, Tim Pora beranggotakan instansi dan/atau lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi terkait dengan kegiatan orang asing baik di tingkat pusat maupun daerah.
Di tingkat pusat, beberapa anggota Tim Pora, antara lain Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Koordinator Penanaman Modal dan Kementerian Keuangan.
(Baca juga: Ombudsman: Serbuan TKA karena Kewajiban Berbahasa Indonesia Dihapus)
Direktur Bina Hukum Kementerian Ketenagakerjaan M Iswandi Hari mengakui, ke depan memang perlu dilakukan perbaikan pengawasan Tim Pora.
Misalnya, dengan melibatkan unsur kalangan masyarakat dalam melakukan pengawasan orang asing seperti tokoh agama, tokoh adat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perwakilan pihak hotel.
"Kami yang masuk di tim itu juga merasakan, tim perlu dioptimalkan sehingga kejadian pelanggaran bisa ditanggulangi dengan baik," ujar Iswandi.