JAKARTA, KOMPAS.com - Duo BPJS, Kesehatan dan Ketenagakerjaan, memiliki masalah yang saling bertolak belakang. Hal itu diungkapkan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Masalah BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan permasalahan di BPJS Kesehatan. Di BPJS Kesehatan masalahnya kekurangan dana," ujar Kalla saat membuka seminar ketenagakerjaan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, rabu (25/4/2018).
(Baca juga: JK Ingatkan BPJS Ketenagakerjaan, Dana Melimpah Tak Berarti Kaya)
"Kalau masalah BPJS Ketenagakerjaan (justru) kelebihan dana. Jadi ini yang susah di negeri ini, kurang susah, lebih juga susah, begitu kan," sambung Kalla disambut tawa peserta seminar.
Meski begitu, Kalla mengatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan, dengan dana yang melimpah dari masyarakat, punya banyak opsi untuk mengelola dana tersebut.
Namun, ia mengingatkan agar pengelolaan dana di BPJS Ketenagakerjaan tak hanya berkutat di deposito atau investasi dalam bentuk surat utang.
Saat ini, kata Wapres, dua investasi itu sangat tergantung kepada besaran bunga. Bila bunganya besar maka keuntungan juga besar. Sayangnya ujar Kalla, bunganya cenderung terus turun.
"Dulu pernah (bunga deposito) 10 persen atau 8 persen, sekarang sisa 5-6 persen. Besok bisa kita turunkan lagi tingkat suku bunga, kalau turun suku bunga otomatis juga bunga deposito juga menurun," kata Kalla.
(Baca juga: BNI Bantah Akan Terapkan Biaya Administrasi Iuran BPJS Kesehatan per 1 Mei 2018)
"Kalau itu diandalkan ya maka pendapatan itu nanti akan tidak seimbang dengan kewajiban yang harus dibayar kemudian (oleh BPJS Ketenagakerjaan)," sambung Kalla.
Sementara itu, BPJS Kesehatan sudah menjadi sorotan karena mengalami defisit keuangan. Pada 2017 saja santer dikaberkan BUMN tersebut tekor hingga Rp 9 triliun.
Pada akhir 2017, pemerintah di bawah koordinasi Menko PMK Puan Maharani bahkan berkali-kali menggelar rapat terkait defisit BPJS Kesehatan.