Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ericssen
Pemerhati Politik

Pemerhati Politik Amerika, Politik Indonesia, dan Politik Elektoral

Menimbang Cawapres untuk Jokowi

Kompas.com - 10/04/2018, 18:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NAMA yang muncul terus bertambah. Ada yang percaya diri menginginkan posisi tersebut, ada yang malu-malu kucing. Ada yang melobi secara senyap dan ada juga yang memilih diam menunggu.

Bursa calon wakil presiden (cawapres) Joko Widodo (Jokowi) memang semakin panas dan sesak mendekati tenggang waktu pendaftaran di bulan Agustus 2018.

Sejumlah survei yang menunjukkan Jokowi favorit kuat untuk kembali terpilih di pemilihan presiden (pilpres) 2019 menjadikan kursi cawapres ini ibarat "tiket emas".

Bukan hanya lima tahun menjadi orang nomor dua paling berkuasa di Indonesia, tiket emas ini berpotensi mengantarkan pemegangnya menjadi favorit pengganti Jokowi di suksesi kekuasaan 2024.

Tidaklah mengherankan jika ada belasan hingga puluhan nama yang mengisi longlist cawapres yang akan dikerucutkan menjadi final shortlist 4-5 nama.

Cawapres Jokowi dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu dari kalangan militer, perwakilan dari partai politik (parpol), dan dari kalangan teknokrat, kepala daerah, serta tokoh masyarakat.

Empat faktor krusial ini menjadi penentu siapa yang akan dipilih. Pertama elektabilitas cawapres, kedua akseptabilitas cawapres di mata koalisi parpol pendukung dan ketiga kecocokan personal atau chemistry dengan Jokowi.

Keempat, sosok cawapres yang dapat meneruskan legacy pencapaian pemerintahan Jokowi jika kembali terpilih sebagai presiden atau penerus Jokowi.

Di atas keempat faktor ini, Jokowi diyakini akan memprioritaskan cawapres dengan nilai Islami yang tinggi serta memiliki hubungan baik dengan kelompok Islam.

Ticket-balance

Konsep ticket-balance adalah strategi di mana capres memilih cawapres untuk menyeimbangkan sejumlah faktor seperti etnisitas, geografis, ideologi serta latar belakang dan pengalaman politik.

Cawapres yang dipilih diharapkan dapat melengkapi kelebihan atau nilai plus dan menutupi kekurangan atau titik lemah dari capres.

Konsep ini sering diterapkan di Amerika Serikat (AS) terutama dalam segi geografis. Capres yang berasal dari pantai timur atau barat AS umumnya akan memilih pendamping dari selatan atau kawasan rust-belt yang berada di tengah AS.

Ideologi juga dapat menentukan, misalnya Donald Trump yang dinilai kurang konservatif memilih Mike Pence, yang merupakan politisi berhaluan sangat konservatif.

Dengan latar belakang sipil, Jokowi dapat memilih cawapres berlatar belakang militer. Cawapres "jenderal" dapat mempertegas citra Jokowi sebagai sosok pemimpin yang tegas. Bukanlah rahasia bahwa kubu oposisi sering mengkritik Jokowi sebagai sosok yang kurang tegas, lemah, dan mencla-mencle.

Memilih sosok militer juga dapat menjadi strategi untuk menyinergikan dukungan dari purnawirawan terutama mengingat lawan di Pilpres 2019 hampir pasti adalah sosok purnawirawan bernama Prabowo Subianto.

Cawapres militer dapat menjadi pilihan jika isu keamanan dan pengokohan ideologi Pancasila menyeruak menjadi isu utama mendekati pilpres.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko akan mendapat "promosi" jika Jokowi ingin memperkuat kredensial nasionalismenya. Sosok mantan Panglima TNI ini juga memiliki keunggulan lain berupa jaringan krusial pemilih pedesaan dan petani melalui posisinya sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Jokowi dapat juga menyeimbangkan tiket dengan memilih sosok non-Jawa. Kepala Polri Tito Karnavian dari Sumatera Selatan dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan dari Sumatera Utara dapat menjadi pilihan.

Gatot Nurmantyo adalah pilihan lain yang "kuat". Gatot bukan hanya memiliki kredensial nasionalisme yang tidak terbantahkan, dia juga memiliki hubungan yang mesra dengan kelompok Islam yang dapat membantu Jokowi mengamankan suara pemilih Islam terutama Islam tradisional.

Sosok "Jenderal Religius" ini juga memiliki elektabilitas tinggi sebagai cawapres yang membuatnya cukup diperhitungkan di kontestasi elektoral 2019.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com