JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menegaskan, pemerintahannya bukan antikritik. Kritik justru diperlukan untuk kemajuan bersama.
Namun yang selama ini disampaikan banyak pihak kepada pemerintah, bukanlah kritik. Melainkan celaan, cemoohan, fitnah dan nyinyir.
"Kritik itu penting. Sekali lagi, kritik itu penting untuk memperbaiki kebijakan. Karena, belum tentu juga pemerintah itu betul. Kalau salah, ya mesti ada yang mengingatkannya dengan kritik," ujar Jokowi dalam pidato di Rapimnas ke-2 Partai Perindo di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Rabu ((21/3/2018).
"Tapi tolong bedakan kritik dengan mencemooh. Beda itu. Bedakan kritik dengan fitnah. Bedakan kritik dengan nyinyir. Beda lagi itu. Bedakan kritik dengan menghujat. Juga beda itu," lanjut dia.
Baca juga : Geram, Luhut Ancam Bongkar Dosa Orang yang Asal Kritik Pemerintah
Jokowi menambahkan bahwa kritik haruslah berbasis data serta informasi yang akurat. Bukan sebaliknya, asal bunyi.
"Kritik itu harusnya tidak 'asbun', asal bunyi. Tidak asal bunyi, tidak asal bicara. Kritik itu dimaksudkan untuk mencari solusi, untuk mencari kebijakan yang lebih baik," lanjut dia.
Seluruh unsur masyarakat Indonesia memang sudah saatnya kembali ke nilai-nilai adat ketimuran yang mengutamakan kejujuran, perilaku sopan santun serta musyawarah untuk mufakat.
"Marilah kita bekerja sama meningkatkan kualitas demokrasi kita, membuat demokrasi yang menyejahterakan rakyat dan kebebasan politik yang santun dan konstruktif sesuai adar istiadat bangsa Indonesia," ujar Jokowi.