Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Penodaan Agama, Pemerintah dan DPR Dinilai Tidak Turuti Saran MK

Kompas.com - 19/03/2018, 18:04 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Alih-alih merevisi Undang-undang Pencegahan Penodaan Agama (UU PPA) sebagaimana putusan MK tahun 2010, pemerintah dan DPR malah memasukkan pasal penodaan agama di RKUHP.

Hal itu disampaikan Direktur Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Abidin Bagir dalam konferensi pers oleh sejumlah tokoh menyikapi RKUHP, di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Menteng, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Zainal mengatakan, tahun 2010, pernah dilakukan judicial review atau uji materi terhadap undang-undang penodaan agama di MK.

Meski putusan MK saat itu menyatakan bahwa undang-undang tersebut masih konstitusional tetapi MK menyarankan dilakukan revisi.

"MK mengatakan, undang-undang itu masih konstitusional. Tapi ada catatan panjang dalam putusan MK itu yang intinya mengakui undang-undang (penodaan agama) itu bermasalah, tapi supaya tidak ada kekosongan hukum, dia tidak dibatalkan, tapi undang-undang itu perlu direvisi," kata Zainal.

(Baca juga: Pasal Penodaan Agama di RKUHP Dinilai Bisa Memicu Kasus Persekusi)

Namun, sudah 8 tahun sejak uji materi tersebut diajukan, dia menilai pemerintah dan DPR tidak mengikuti saran MK tersebut.

"Saya kira tidak ada respons sama sekali dari pemerintah maupun legislator terhadap saran untuk melakukan revisi," ujar Zainal.

Malahan, lanjut dia, dalam RKUHP yang sedang dibahas pemerintah dan DPR saat ini, muncul pasal mengenai penodaan agama.

"Menurut saya perumusan seperti ini tidak mengindahkan saran yang diberikan MK saat itu, untuk revisi, berhati-hati supaya tidak lebih kabur, tidak diskriminasi, dan sebagainya," ujar Zainal.

Dia mengatakan, ketidaksetujuannya terhadap pasal penodaan agama dalam RKUHP saat ini bukan berarti dia setuju untuk 'menutup mata' penghinaan terhadap agama. Tetapi dia menilai ada cara lain di luar sanksi pidana, yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal itu.

"Dalam masyarakat kita, saya kira mungkin tidak semua masalah diselesaikan melalui hukum, apalagi hukum pidana. Nah, saya kira termasuk ini," ujar Zainal.

(Baca juga: UU Penodaan Agama Dinilai Kerap Dipakai untuk Mendiskriminasi Minoritas)

Apalagi, dalam aturan hukum negara ini, dia menyatakan sudah ada pasal lain yang bisa diterapkan misalnya untuk kasus kekerasan kepada pemuka agama atau perusakan tempat ibadah.

Menurut dia, beberapa negara Asia, Afrika dan Eropa memang masih ada yang memakai blasphemy law dalam sistem hukum mereka.

Tetapi, aturan tersebut belakangan sudah mulai banyak diubah atau ditinggalkan oleh negara-negara yang sebelumnya memakai aturan tersebut.

"Dan ada suatu penelitian juga, semua negara itu baik Eropa, Asia, Afrika, yang punya undang-undang seperti itu tidak satupun bebas dari masalah. Masalah itu bahwa undang-undang itu mendiskriminasi nantinya, menguntungkan sebagian kelompok, biasanya yang besar atau kuat," ujar Zainal.

Kompas TV Hakim Artidjo Alkostar dikenal sering menangani kasus-kasus besar seperti kasus korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com