TAHUN ini, Indonesia memperingati 60 tahun hubungan bilateralnya dengan sebuah negara bernama Selandia Baru. Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan mengunjungi "kawan lama" ini pada pertengahan Maret ini.
Dari Tanah Air, negara "kecil" yang pernah didapuk sebagai negara ter-islami sedunia itu berjarak sekitar 12 jam penerbangan.
Berangkat dari pengalaman saya belajar selama beberapa tahun di sana, ada beberapa hal penting nan menarik dan baik yang bisa Indonesia pelajari dari Negeri Kiwi tersebut.
Jarang diketahui
Nama Selandia Baru sudah cukup umum didengar masyarakat Indonesia. Namun, masih jarang yang tahu negara ini secara detail.
Selandia Baru merupakan negara persemakmuran Inggris di kawasan Asia Oceania selain Australia. Laiknya negara bekas jajahan Inggris, negara ini dipimpin oleh seorang perdana menteri dengan gubernur jenderal sebagai simbol negara.
Pemilunya dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Partai Buruh pimpinan Jacinda Ardern memenangi pemilu negara berpenduduk 4,8 juta itu.
Dalam hal ekonomi, produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebenarnya jauh lebih besar ketimbang Selandia Baru, yakni hampir 4 kali lipat. Namun, ketika bicara PDB per kapita, Indonesia hanya sepersepuluhnya.
Kondisi itu tidak menghalangi kedua negara ini untuk terus bekerja sama dalam hal ekonomi. KBRI di Wellington (2018) menyatakan bahwa total nilai perdagangan Indonesia-Selandia Baru mencapai sekitar 1 juta dollar AS.
Jumlah wisatawan Selandia Baru ke Indonesia mencapai 100.000 orang pada tahun 2017. Adapun wisatawan Indonesia ke Selandia Baru mencapai 28.000 di tahun yang sama.
Secara umum, Selandia Baru adalah negara dengan populasi relatif sedikit, tetapi tingkat ekonominya maju. Kualitas infrastruktur, pelayanan pendidikan, dan kesehatan Selandia Baru setara dengan negara maju pada umumnya.
Belajar dari kawan
Selama saya menyelesaikan studi magister di sana, saya banyak berinteraksi dengan berbagai kelompok masyarakat seperti kalangan akademik, seperti pelajar dan dosen, politisi, pengusaha, dan warga lokal pada umumnya.
Dalam beberapa kesempatan, saya juga dapat menyaksikan jalannya sidang di parlemen karena memang ada waktu khusus yang dibuka untuk publik.
Pada setiap interaksi ini, saya berpikir bahwa ada beberapa hal menarik yang bisa Indonesia pelajari dari kawannya itu, yang sering disebut sebagai Negeri the Hobbit.
Pertama, Selandia Baru menganut paham promosi berbasis kinerja dalam birokrasi dan anggarannya. Sistem ini menjadikan semua pegawai negerinya bukanlah pegawai tetap.
Mereka bekerja di bawah kontrak yang akan diperbarui ketika evaluasi menunjukkan hasil kinerja yang memuaskan.
Semakin tinggi jabatan seseorang di birokrasi, makin ketat juga proses evaluasinya. Ini menuntut semua pegawai yang "naik pangkat" juga harus lebih baik kinerjanya.