JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla sepakat peserta Pilkada 2018 ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jika yang bersangkutan ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT).
"Kalau OTT kan tidak bisa ditunda-tunda," ucap Kalla di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Kalla menganggap, sulit rasanya jika calon kepala daerah yang diciduk KPK lewat sebuah OTT tak segera ditetapkan sebagai tersangka.
"Jadi memang sulit itu OTT. Kalau penyidikan mungkin bisa (tak) ditindak (langsung). Tapi kalau OTT, hari ini dilakukan OTT, hari itu (juga) kena," kata dia.
Karenanya, Kalla menegaskan pada dasarnya pemerintah menginginkan penegakan hukum yang tegas dan tidak terkecuali.
Baca juga : Pemerintah Minta KPK Tunda Penetapan Tersangka Para Calon Kepala Daerah
Saat ini ada silang pendapat antara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dengan lembaga anti-rasuah terkait polemik penetapan tersangka Pilkada Serentak 2018.
"Oh pasti (ingin) penegakan hukum (tegas) pasti," ungkap Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 tersebut.
Polemik penetapan tersangka Pilkada Serentak 2018 bermula usai Wiranto meminta KPK untuk menunda rencana pengumuman tersangka korupsi peserta Pilkada Serentak 2018. Namun, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang justru menolak permintaan penundaan proses hukum tersebut.
Padahal, rencananya, pengumuman penetapan tersangka akan dilakukan KPK pada pekan ini.
"Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelengara minta ditunda dululah," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/3/2018).
Baca juga : KPK Usul Pemerintah Terbitkan Perppu untuk Ganti Peserta Pilkada yang Jadi Tersangka
Menurut pemerintah, penetapan pasangan calon kepala daerah sebagai tersangka justru akan berpengaruh kepada pelaksanaan pilkada. Hal itu juga bisa dinilai masuk ke ranah politik.
Penetapan tersangka calon kepala daerah oleh KPK juga dinilai akan berpengaruh pada pelaksanaan pencalonannya sebagai perwakilan dari partai politik atau yang mewakili para pemilih.
Menanggapi usulan itu, Saut mengatakan, lebih elegan jika pemerintah menerbitkan aturan dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengganti peserta pilkada yang tersangkut kasus pidana, ketimbang meminta proses hukumnya ditunda.
"Lebih elegan solusinya bila sebaiknya pemerintah membuat perppu pergantian calon terdaftar bila tersangkut pidana, daripada malah menghentikan proses hukum yang memiliki bukti yang cukup, ada peristiwa pidananya," kata Saut lewat pesan singkat, Selasa (13/3/2018).
Saut mengatakan, menunda proses hukum justru berakibat tidak baik untuk angka indeks persepsi korupsi Indonesia.
Ia tidak sependapat jika penetapan tersangka peserta pilkada berpotensi mengganggu penyelenggaraan pesta demokrasi itu. Justru dengan memproses peserta pilkada yang punya persoalan hukum akan membantu rakyat memilih pemimpin yang bersih.