JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menganggap wacana pencalonan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden tak perlu dipersoalkan lagi.
Mahfud menegaskan, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur secara tegas bahwa pencalonan calon presiden dan wakil presiden hanya berlaku untuk dua kali masa jabatan.
"Dalam debat di MPR ketika membuat Undang-Undang Dasar (1945) itu sudah dikatakan di situ, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Jadi itu sudah selesai," kata Mahfud di sela seminar di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Mahfud menuturkan, saat menjabat sebagai Ketua MK pun ia sering memutus kepala daerah yang sudah dua kali menjabat, namun masih tetap ingin menjabat. Sebab, salah satu esensi demokrasi adalah membatasi lingkup dan masa kekuasaan.
"Waktunya kita batasi dua kali. Lingkupnya kita batasi pada pembagian kekuasaan pemisahan fungsi-fungsi itu," kata Mahfud.
(Baca juga: Jusuf Kalla Menolak Dicalonkan sebagai Cawapres)
Daripada memperdebatkan redaksional Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, Mahfud meminta agar para politisi fokus pada filosofi demokrasi itu sendiri. Menurut dia, perdebatan redaksional pada pasal tersebut tidak elok dan tak ada habisnya.
"Sudah ada yurisprudensinya MK untuk kepala daerah itu sudah melarang lebih dari dua kali meskipun berbeda waktu berbeda rezim," ujar Mahfud.
Mahfud menekankan, cara menafsirkan hukum ada tafsir gramatikal dan tafsir historis. Tafsir gramatikal sesuai bunyi kalimat, yang bisa saja diperdebatkan. Sementara, tafsir historis melihat bagaimana jalannya perdebatan memaksudkan lahirnya aturan tersebut.
"Itu sudah ada tafsir historisnya bahwa itu berturut-turut atau tidak berturut-turut. Tafsir filosofis kita membatasi, namanya demokrasi masa tidak membatasi," ujar dia.
Artinya, presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan alias maksimal dua periode jabatan.
Adapun, Kalla sebelum menjadi wapres periode 2014-2019 juga menjadi wapres pada periode 2004-2009.
"Daripada itu kita tidak ingin nanti terjadi seperti waktu Orde Baru. Pada saat itu, Pak Harto tanpa batas gitu, kan, jadi kita menghargai filosofi itu," kata dia.