Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Kejahatan Internasional Masuk Dalam Draf RKUHP

Kompas.com - 05/02/2018, 14:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak empat kejahatan internasional yang diatur dalam Statuta Roma masuk dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diusulkan oleh pemerintah

Empat kejahatan tersebut adalah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi.

Anggota Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP yang juga pakar hukum Muladi, mengatakan, empat kejahatan tersebut belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sementara, hal itu telah diatur dalam hukum internasional.

"Yang diatur itu kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi. Itu kejahatan yang paling berbahaya di dunia ini dan dilakukan bukan atas persetujuan antarnegara," ujar Muladi dalam Rapat Panja antara Pemerintah dan DPR terkait RKUHP, di ruang Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Baca juga: Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan Rancangan KUHP

Perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) Muladi, ketika ditemui di hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/12/2017). KOMPAS.com/ MOH NADLIR Perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) Muladi, ketika ditemui di hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Muladi menjelaskan, Statuta Roma merupakan traktat yang mendirikan Pengadilan Kejahatan Internasional.

Pada tahun 1998, kata Muladi, Indonesia sudah menandatangani perjanjian tersebut. Akan tetapi, belum diratifikasi hingga saat ini.

Meski demikian, empat kejahatan yang diatur Statuta Roma berlaku untuk seluruh negara secara internasional.

Artinya Dewan Keamanan PBB bisa memaksa suatu negara membentuk pengadilan jika terjadi genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi.

Baca: Pasal Korupsi dalam Rancangan KUHP Dinilai Masih Rawan Masalah

"Jadi kalau suatu negara melanggar bisa diadili secara internasional meski negara itu belum atau tidak meratifikasi," kata dia. 

Muladi mencontohkan saat Indonesia membentuk pengadilan HAM atas kasus Timor Timur.

Saat itu, Dewan Keamanan PBB mendesak Indonesia menggunakan Statuta Roma dalam pengadilan tersebut.

Indonesia tidak dapat menggunakan KUHP sebab belum mengatur kejahatan yang menjadi pokok perkara.

Baca juga: Rancangan KUHP, Nikah Siri dan Poligami Bisa Dipidana

"Contohnya dalam pengadilan HAM kasus Timor Timur dan waktu itu kita diminta jangan pakai hukum pidana indonesia, gunakan statuta roma. Kita belum mengenal kejahatan itu," kata mantan anggota Komnas HAM itu.

Rapat Panja RKUHP diawali dengan pemaparan oleh Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP Enny Nurbaningsih.

Ia memaparkan 14 isu krusial yang telah diperbaiki pemerintah dan disiapkan juga pasal pasal alternatif, antara lain pasal penghinaan terhadal presiden dan pasal-pasal yang mengatur soal kesusilaan.

Setelah pemaparan, Ketua Panja RKUHP Benny Kabur Harman menskors rapat sebelum masuk dalam pembahasan pasal-pasal.

Kompas TV Pasal Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam revisi Undang-Undang KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com