JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditunda.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menuturkan, Komnas HAM mengapresiasi kerja keras DPR dan pemerintah dalam penyelesaian RKUHP yang selama bertahun-tahun belum rampung.
Namun, berdasarkan kajian, monitoring, dan berbagai masukan dari masyarakat, pengesahan RKUHP sebaiknya ditunda.
Ahmad mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa Komnas HAM merekomendasikan penundaan pengesahan RKUHP.
Pertama, sejauh ini belum dilakukan pendalaman dan uji dampak terhadap pemidanaan.
"Salah satu yang mendasar dalam penyusunan RKUHP adalah aspek pemidanaan. Secara faktual lembaga pemasyarakatan di Indonesia mengalami over-capacity," kata Ahmad dalam pernyataan sikap di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (2/2/2018).
(Baca juga: ICJR: Perluasan Pasal Zina Berpotensi Hancurkan Ruang Privasi Warga)
Menurut dia, tanpa jalan keluar yang sistematis menjawab masalah over-capacity tersebut, RKUHP disinyalir justru akan memperluas aspek pemidanaan, yang berpotensi besar penghukuman.
Ahmad menambahkan, kondisi tersebut berpotensi menambah persoalan over-capacity.
"Selain itu, pemidanaan ini juga terkait basis argumentasi mendasar, metode apa yang digunakan untuk menentukan ancaman pemidanaan yang disematkan terhadap sebuah tindak pidana," kata Ahmad.
(Baca juga: Belasan Ribu Dukungan untuk Petisi Tolak Perluasan Pasal Zina di RKUHP)
Alasan lain mengapa pengesahan RKUHP perlu ditunda, ialah mengenai pengaturan kejahatan berat HAM. Komnas HAM menilai, lebih baik pengaturan kejahatan berat HAM diatur dalam undang-undang khusus, dan tidak dimasukan ke dalam KUHP.
Masa kedaluwarsa sebuah peristiwa yang berbeda antara undang-undang khusus dan KUHP berpotensi membuat dugaan tindak pidana kejahatan berat HAM menjadi tidak bisa diusut.
"Revisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 jauh lebih strategis daripada memasukkannya ke dalam RKUHP," kata Ahmad.
Komnas HAM mendorong DPR dan pemerintah untuk melakukan pendalaman yang lebih komprehensif termasuk pada dampak pemidanaan. Keterlibatan publik dan masukan dari berbagai pihak perlu diperluas dalam proses pembahasan.