JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise tak sepakat dengan rencana Menteri Sosial Idrus Marham untuk mengatasi persoalan gizi buruk dan wabah campak di Kabupaten Asmat, Papua.
Idrus mempertimbangkan relokasi terbatas terhadap warga Asmat agar mempermudah pendistribusian obat dan bahan pangan.
Menurut Yohana, rencana tersebut perlu dikaji lebih lanjut karena masyarakat Papua terdiri dari berbagai suku.
"Menurut saya, hal itu perlu dikaji dulu, suku, bahasa, dan budaya masyarakat Papua berbeda-beda. Papua itu terdiri dari 250 suku dan bahasa yang beda-beda," ujar Yohana seusai rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR di Ruang Rapat Pansus B, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Baca juga: Mensos Pertimbangkan Relokasi Terbatas untuk Atasi Persoalan di Asmat
Yohana mengatakan, jika pemerintah ingin melakukan relokasi terbatas, harus memperhatikan budaya, tradisi, dan kebiasaan masyarakat Papua yang berbeda-beda.
Selain itu, kata Yohana, jika masyarakat Papua yang terdiri dari berbagai suku itu disatukan dalam satu tempat, bisa berpotensi menimbulkan konflik.
"Orang Biak bisa saja setuju, tetapi orang Asmat belum tentu setuju karena mereka sangat menyatu dengan alam. Kalau kita ubah (kebiasaan hidupnya), saya takut bisa terjadi konflik. Maka, harus dikaji," ucapnya.
Relokasi terbatas
Sebelumnya, Menteri Sosial Idrus Marham mempertimbangkan relokasi terbatas terhadap warga Asmat untuk menangani persoalan gizi buruk dan kesehatan di wilayah tersebut.
Menurut dia, hal itu akan mempermudah dalam mendistribusikan bahan pangan dan obat-obatan.
"Kami sudah mempersiapkan beberapa program yang sudah jalan. Sebenarnya program pengembangan komunitas agak terpencil. Ini selaras dengan apa yang ditanyakan Presiden, apa memungkinkan direlokasi, bukan relokasi total, melainkan relokasi terbatas," kata Idrus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Baca juga: Menkes: 71 Orang Meninggal dalam Kasus Gizi Buruk dan Campak di Asmat
Ia menilai, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mempermudah proses relokasi yang ditolak Bupati Asmat karena terganjal persoalan adat.
Idrus mengatakan, relokasi bisa dikomunikasikan dengan para tetua adat sehingga ada titik temu.
"Dengan mengonsentrasikan permukiman pada wilayah-wilayah tertentu, itu kan ada tanah ulayat, kami nanti akan lihat itu semua," lanjut Idrus.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menawarkan relokasi kepada sejumlah penduduk yang bermukim di wilayah terpencil di Papua ke wilayah yang lebih mudah dijangkau unit pelayanan kesehatan.
Baca juga: Atasi KLB Campak dan Gizi Buruk, 90 Persen Program Kementerian Sudah Masuk ke Asmat
Tawaran ini terkait wabah penyakit yang dari tahun ke tahun selalu melanda masyarakat di daerah terpencil Provinsi Papua.
Namun, tawaran melakukan relokasi tersebut ditolak para kepala daerah di Papua. Bupati Asmat Elisa Kambu mengatakan, relokasi ke tempat yang baru tidak mungkin dilakukan.
"Memindahkan orang tidak segampang itu karena terkait budaya, adat istiadat, hak ulayat, serta bagaimana mereka menanam dan sebagainya," kata Elisa Kambu.