JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Sosial Idrus Marham mempertimbangkan relokasi terbatas terhadap warga Asmat untuk menangani persoalan gizi buruk dan kesehatan di wilayah tersebut.
Menurut dia, hal itu akan mempermudah dalam mendistribusikan bahan pangan dan obat-obatan.
"Kami sudah mempersiapkan beberapa program yang sudah jalan. Sebenarnya program pengembangan komunitas agak terpencil. Ini selaras dengan apa yang ditanyakan Presiden, apa memungkinkan direlokasi, bukan relokasi total, melainkan relokasi terbatas," kata Idrus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Baca juga: Menkes: 71 Orang Meninggal dalam Kasus Gizi Buruk dan Campak di Asmat
Ia menilai, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mempermudah proses relokasi yang ditolak Bupati Asmat karena terganjal persoalan adat.
Idrus mengatakan, relokasi bisa dikomunikasikan dengan para tetua adat sehingga ada titik temu.
"Dengan mengonsentrasikan permukiman pada wilayah-wilayah tertentu, itu kan ada tanah ulayat, kami nanti akan lihat itu semua," lanjut Idrus.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menawarkan relokasi kepada sejumlah penduduk yang bermukim di wilayah terpencil di Papua ke wilayah yang lebih mudah dijangkau unit pelayanan kesehatan.
Tawaran ini terkait wabah penyakit yang dari tahun ke tahun selalu melanda masyarakat di daerah terpencil Provinsi Papua.
Baca juga: Kemenkes: Pasokan Obat untuk KLB di Asmat Lebih dari Cukup
Untuk tahun ini, wabah melanda Kabupaten Asmat.
Jokowi menyampaikan penawaran ini saat memanggil Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Asmat Elisa Kambu, dan Bupati Nduga Doren Wakerwa di Istana Bogor, Selasa (23/1/2018).
"Mungkin perlu relokasi terbatas atau perlu infrastruktur khusus," kata Jokowi.
Namun, tawaran melakukan relokasi tersebut ditolak para kepala daerah di Papua. Bupati Asmat mengatakan, relokasi ke tempat yang baru tidak mungkin dilakukan.
"Memindahkan orang tidak segampang itu karena terkait budaya, adat istiadat, hak ulayat, serta bagaimana mereka menanam dan sebagainya," kata Elisa Kambu.