Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Gerindra, Penjabat Gubernur dari Polri Akan Melanggar Dua UU

Kompas.com - 29/01/2018, 12:11 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Gerindra Nizar Zahro menilai, langkah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menunjuk jenderal polisi aktif sebagai penjabat gubernur telah melanggar dua undang-undang.

Pertama, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 28 ayat 3 UU Kepolisian menyatakan, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

"Ini memberikan pengertian tidak diperbolehkan menduduki jabatan seperti PLT gubernur bila mana masih aktif," kata Nizar kepada Kompas.com, Senin (29/1/2018).

Baca juga: PDI-P: Penjabat Gubernur Non-Polri Juga Berpeluang Tidak Netral

Selain itu, Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa anggota Polri atau prajurit TNI hanya diperbolehkan mengisi jabatan ASN tertentu sesuai yang diatur UU TNI atau UU Kepolisian.

"Yaitu, jabatan yang ada pada instansi pemerintah pusat dan tidak termasuk jabatan pada instansi daerah," kata Nizar.

Nizar menekankan, langkah Mendagri mengusulkan Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Inspektur Jenderal Pol Mochamad Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol Martuani Sormin sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara, telah melanggar kedua UU tersebut.

"Maka dari itu, tidak heran bila ada hidden politik di balik penunjukan dua petinggi Polri sebagai plt gubernur di Jabar dan Sumut," ujar Nizar.

Baca juga: Anton Charliyan: Dari Awal, Polri Dilatih Netral

Nizar juga tak bisa menerima alasan yang dikemukakan Mendagri bahwa usulan ini dilakukan atas dasar adanya kerawanan di dua provinsi tersebut.

Sebab, kerawanan dan kerusuhan dalam pilkada merupakan tanggung jawab dari pihak kepolisian, bukan penjabat Gubernur atau Pemda.

"Sementara itu, tugas gubernur lebih pada menjalankan roda pemerintahan dan birokrasi setempat sehingga tugas pelayanan publik tetap berjalan dan terlayani," kata dia.

Oleh karena itu, kata Nizar, penunjukan petinggi Polri sebagai penjabat gubernur harus ditolak karena rawan bermuatan politis dari pihak tertentu untuk memenangkan pilkada.

Menurut dia, lebih baik jika penjabat gubernur dijabat oleh pihak dari Kemendagri atau dari sekda setempat.

Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, belum ada kepastian siapa saja yang akan diangkat menjadi penjabat gubernur daerah peserta Pilkada 2018. Namun, persoalan tersebut sudah menyebabkan kegaduhan.

Tjahjo mengatakan, nama-nama calon penjabat gubernur akan melalui sejumlah tahapan terlebih dahulu, mulai dari usulan resmi Kepala Polri dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan hingga dikirimkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretariat Negara untuk disetujui.

"Dari Kapolri, lisan sudah (disampaikan). Sementara dari Menko Polhukam belum keluar," ujar Tjahjo melalui pesan singkatnya, Senin (29/1/2018).

Kompas TV Perwira tinggi Polri diusulkan menjadi penjabat sementara gubernur menuai polemik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com