Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fredrich Yunadi Heran KPK Sita Surat dari Setya Novanto untuk Jokowi

Kompas.com - 22/01/2018, 19:28 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, heran dengan langkah penyidik menyita surat permohonan perlindungan dari Setya Novanto kepada Presiden Joko Widodo. Penyitaan itu dilakukan dalam penggeledahan yang dilakukan penyidik di biro hukum milik Fredrich yang ada di Gandaria, Jakarta Selatan.

"Masak sekarang surat permohonan perlindungan ke Presiden yang dilakukan SN (Setya Novanto) diambil. Surat kuasa untuk yang mengajukan gugatan ke MK diambil. Gugatan saya, permohonan kami di MK, diambil," kata Fredrich usai menjadi saksi dalam kasus dugaan merintangi penyidikakn terhadap Setya Novanto di gedung KPK, Senin (22/1/2017).

Menurut dia, seharusnya barang-barang yang disita penyidik hanyalah yang terkait dengan perkara.

"Semua diambil. Kartu Peradi diambil. Jangan-jangan surat nikah saya juga diambil sekalian," ujar Fredrich.

Baca juga: Polisi Tolak Jadi Saksi Meringankan untuk Fredrich Yunadi

Fredrich tidak percaya, kalau ada barang bukti yang tidak terkait kasus disita, nantinya akan dikembalikan oleh KPK.

"Apa yang dibalikin. Tanya saja. Pascapersidangan (dikembalikan) itu bohong itulah. Hanya teori. Itu enggak bener," ujar Fredrich.

Dia juga membantah tuduhan KPK seluruhnya, termasuk yang menyangkut kesehatan Novanto. KPK sebelumnya menduga Fredrich bersama dokter RS Medika Permata Hijau memanipulasi data medis Novanto.

Menurut dia, kalau kesehatan Novanto rekayasa, mengapa setelah dipindahkan dari RS Medika Permata Hijau ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), mantan Ketua DPR itu justru dirawat selama tiga hari.

Baca juga: Fredrich Yunadi: Saya Dibumihanguskan KPK

"Saya tanya, kalau memang ini enggak bener, RSCM kan suruh pulang dong. Enggak usah nginap. Kenapa ini suruh rawat tiga hari enggak jadi tersangka, kalau yang satu hari jadi tersangka. Yang tiga hari jadi pahlawan. Apa itu kriminalisasi yang terselubung," ujar Fredrich.

KPK sebelumnya mengungkapkan adanya dugaan persekongkolan antara Bimanesh dan Fredrich Yunadi. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus ini bermula saat Novanto berkali-kali mangkir dari panggilan KPK, baik sebagai saksi maupun tersangka.

Pada 15 November 2017 malam, tim KPK mendatangi rumah Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, untuk melakukan penangkapan. Namun, tim tidak menemukan Novanto.

Pada 16 November 2017, KPK memasukkan Novanto dalam daftar pencarian orang (DPO). Novanto kemudian muncul dalam wawancara via telepon di sebuah televisi swasta dan mengaku akan datang ke KPK.

Baca juga: Geledah Kantor Fredrich dan Rumah Dokter Bimanesh, Ini yang Disita KPK

Tak berselang lama, Novanto mengalami kecelakaan dan dibawa ke RS Medika Permata Hijau.

Menurut KPK, Novanto langsung masuk ke ruang rawat inap kelas VIP dan bukan ke unit gawat darurat.

Sebelum kecelakaan, Yunadi diduga sudah datang lebih dahulu untuk berkoordinasi dengan pihak rumah sakit.

Salah satu dokter di RS tersebut juga mengaku ditelepon seseorang yang diduga pengacara Novanto yang bermaksud perlu menyewa satu lantai RS. Padahal, saat itu belum diketahui Novanto akan dirawat karena sakit apa.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com